Baru baca, cukup panjang untuk hal yg sederhana. Namun ada hal yg secara mendasar perlu disoroti, sehingga saya akan perdalam pembahasan ini
📌 Studi Kasus:
- 1⃣ "Filsafat Islam itu bukan Islam Itu Sendiri" ✅
- 2⃣ "Filsafat Islam itu Islam Itu Sendiri" ❌
Di sini ada pihak yg menegaskan point 2⃣
Kita akan melihat jejak menalarnya yg menarik untuk diikuti karena tak hanya membahas hal yg penting untuk diputuskan arahnya kemana, namun juga ada nilai pembelajaran logisnya
Pihak Yang Dibantah (Si Fulan):
Diawali dengan pernyataannya bahwa "Filsafat Islam adalah Islam itu sendiri"
Setelah dikoreksi oleh banyak pihak, lalu pada akhirnya mencoba untuk menerima koreksi❓ Dengan menyatakan bahwa "Islam melampaui filsafat Islam"
Di titik ini sebenarnya dia sudah sadar kelirunya dimana❓Hanya saja dijawab tidak langsung, melainkan panjang lebar.
Koreksi Tersamar
Ibaratnya begini . Jadi di sini masnya sadar salahnya dimana (1+1=3 ❌) lalu dikoreksi dengan ungkapan panjang lebar bahwa (3 itu melampaui 2 ✅ itu sebabnya tak mungkin 1+1 melampaui 2✅) . Cukup begitu saja. Ini memang sudah mengoreksi 1+1 = 2 ✅, bukan lagi seperti yg sebelumnya keliru 1+1= 3 ❌. Namun penegasannya berputar. Tujuannya❓Agar terkesan bahwa yg dituduhkan salah 1+1= 3 ❌ itu hal yg belum tuntas, dan dia perlu menjauhkan antara 1+1 dengan 3 agar tidak nampak dekat. Dan berhasil “bahwa 3 (Islam) itu lebih besar dari 2 (filsafat Islam)”
Admin sudah paham, hanya saja meminta jawaban yg tidak berputar-putar. Dan Si Fulan sudah punya tangkisan jawaban yg benar (tetapi panjang lebar). Hanya saja pola jawabannya berputar
Jawaban Berputar-putar vs Jawaban Singkat
〰 Sempat dulu ada yg mengatakan "uraian panjang bukan berputar-putar tetapi agar tuntas tidak diulang-ulang dan tak ada pertanyaan lagi.
- 👉 Faktanya uraian panjangnya tidak runut, tidak koheren, tidak mengalir sesuai struktur garis besarnya, sehingga menimbulkan kebingungan.
- 👉 Dan ketika ditanyakan, justru dijawab dengan panjang lebar lagi, wew
Kita kembali ke diskusi awal ...
Dan ketika diminta lagi ditegaskan singkat padat di banyak tempat, dijawab ... berputar lagi dengan jawaban ini
- "Kalau Ilmu itu hakekatNya satu dan Mutlak...Apakah bagian Ilmu yang kebenaran relatif itu bukan ilmu...?"
Trik Memperhalus - Paradoks
Dengan membuat persamaan "kalau ilmu dan bagian dari ilmu adalah ilmu juga" ini seperti trik memperhalus "kalau ada kebaikan maka bagian-bagiannya adalah kebaikan juga"
LIAR PARADOX. Ini mirip trik "liar paradox".
- 〰 "Saya jujur bahwa saya berbohong jadi saya tak berbohong". Trik ini sedemikian halus tetapi tetap ada kejanggalannya "bahwa kejujurannya adalah kebaikan yg mengungkapkan keburukannya (saya berbohong) sehingga dia jujur?
👉 Kejanggalannya di sini: Kejujuran dia (tidak menutup-nutupi), kalau dia telah berbohong (mengakali), sehingga terbukti "dia tak berbohong (tak mengakali). "jujur" dengan "tidak berbohong" itu tak sebanding, tak bisa disamakan. Yang satu "jujur berkata bohong" = "ada sisi mengakali", yg kedua "tak berbohong" = "tak ada sisi mengakali"
📌 Sama juga dengan kasus ini "jika ilmu ada bagian-bagiannya, apakah bagiannya bukan ilmu?" yg tak paham putus benang merahnya dimana, akan mengakui "oh iya benar, bagian dari ilmu itu juga ilmu" .
Sulapan Logika
Belum lagi kalau bermain sulapan logika
📌 Ini seperti sulapan logika 4 = 2+2 maka 2 bagian dari 4 tetapi 2 bukan 4, lalu disulap menjadi ...
- 👉 "2 itu bilangan kan meskipun bagian dari 4, dan 4 itu bilangan juga kan, jadi 2 itu bilangan sama seperti 4".
- 👉 Atau ibaratnya seperti ini "kebaikan itu mengandung hal yg baik kan, lalu yg baik itu bukan kebaikan? Tentu yg baik itu adalah kebaikan juga kan"
Sama juga seperti kasus ini "filsafat Islam adalah Islam itu sendiri" ❌ lalu disulap logikanya menjadi ... "Islam itu bagian-bagiannya bisa dipahami oleh filsafat Islam karena memang Filsafat Islam itu Islami, itu sebabnya filsafat Islam adalah Islam itu sendiri (Islami)
Padahal jika hal itu dilakukan dalam praktek sehari-hari, akan terlihat salahnya.
- 〰 Filsafat Islam adalah Islam sendiri yg dalam realitanya "filsafat Islam" nampak secara realita sebagai figur yg punya kelebihan dan kekurangan sehingga realitanya nampak sebagai "filsafat Islam = "ada orang yg beda keahlian berusaha memahami Islam atau telah paham sebagian tentang Islam", lalu memandang Islam sebagai sesuatu yg sedang dicoba untuk dipelajari".
Lalu jika dalam realita ditanya "apakah anda sebagai filsuf Islam telah menguasai Islam secara sempurna?" Dijawab "tidak". Lalu ditanya lagi "apakah filsafat Islam sejalan dengan Islam?". Sang filsuf berkata lagi "filsafat Islam itu sebenarnya ya membahas tentang Islam itu sendiri, sangat Islami".
- 👉 Ini lalu disingkat menjadi "filsafat Islam itu ya Islam itu sendiri", Sama seperti kasus "air es" disingkat cukup menjadi "es" saja
📌 Jika detailnya mengarah ke satu sisi ga masalah "es" = umumnya adalah air es. Tetapi jika terjadi detailnya bisa bercabang (proses ini❗️, "proses" yg bagaimana yg belum tentu dipahami oleh orang baru), tentu perlu detail yg memadai tanpa harus sepanjang puluhan paragraph yg bisa jadi terjebak sendiri beda arahnya)
Sisi Realitas
Trik seperti ini "bagian dari kebaikan adalah kebaikan juga" atau "hal yg baik itu bagian dari kebaikan, itu sebabnya yg baik itu juga kebaikan". Dalam percakapan umum sehari-hari dibenarkan karena kalimat tersebut akan disempurnakan oleh tindakan kita
- Contoh: "ambilkan es" ini langsung dipahami dalam realita sebagai AIR BEKU. Ada tambahan "air" yg tidak tertulis di percakapan. Mengapa? Karena "air" sudah dipahami dalam realita, tetapi tak perlu dijelaskan secara detail. Cukup katakan "ambilkan es" tanpa perlu harus "ambilkan air es"
Nah detail seperti ini tak ditangkap dalam ungkapan yg lalu membuat kita tak menyadari ketika berkomunikasi bahwa ada yg hilang tak diikutsertakan (yg kalau dipraktekkan secara nyata, nampak janggalnya)
ITU SEBABNYA SUATU PERNYATAAN JANGAN TERLALU PENDEK AGAR REALISTIS
KALAUPUN UNGKAPANNYA PENDEK, HARUS MENGIKUTI MAKNA MENDASAR YG DILANDASI SEBAB-AKIBAT atau Konsekuensi logis, agar meskipun tak cukup detail namun urutan hirarkinya benar
- 👉 Kalaupun masih kurang jelas dan perlu dijabarkan lebih panjang lagi, tetap masuk akal karena dari awalnya strukturnya sudah logis. Jadi mau skalanya diperbesar/diperkecil masih masuk akal
Beda Konteks
Kembali ke masalah "filsafat Islam itu adalah Islam itu sendiri" yg salah. Yang disamakan dengan "ilmu punya bagian, dan bagian dari ilmu adalah juga termasuk ilmu". Atau bisa juga "kebaikan punya bagian yg merupakan hal-hal yg benar, dan hal-hal yg benar itu juga merupakan kebaikan".
Lalu semua pola seperti itu membuat "filsafat Islam adalah Islam itu sendiri" dipahami sebagai "Islam itu bagian-bagiannya dipahami oleh filsafat Islam, sehingga yg dipahami oleh filsafat Islam itu ya Islam itu sendiri (Islami)
Pa-da-hal, penyingkatan tersebut memiliki arah yg berbeda (beda konteks)
"sesuatu itu punya bagian dan bagian itu adalah sesuatu itu sendiri" harus dipahami dalam konteks yg berbeda
- 1⃣ SELARAS . "Sesuatu itu punya bagian dan bagian itu selaras dengan sesuatu itu sendiri"
- 2⃣ PORSI. "Sesuatu itu punya bagian dan bagian itu memiliki porsi yg tak sama dengan sesuatu itu sendiri"
Jadi jika ingin mengubah sudut pandang "Filsafat Islam adalah Islam itu sendiri" agar bisa diterima, maka pengungkapannya tak sesederhana itu, melainkan harus lebih detail lagi menjadi "Filsafat Islam itu adalah Islami". Ini bentuk paling minim namun struktur logikanya benar, sehingga diperluas sudut pandangnya seluas bagaimanapun akan masuk akal atau mudah disinkronkan (tidak janggal - tidak berbeda terlalu jauh)
Beda jika "filsafat Islam itu adalah Islam itu sendiri" maka dari struktur yg paling minimpun ambigu.
📌 Dan ketika masnya berusaha menjelaskan detailnya agar tak ambigu, maka bukannya menjelaskan tetapi contohnya justru menegaskan beda rel (beda arah, beda konteks "bagian dari ilmu ya termasuk ilmu juga")
- Karena struktur dasarnya "filsafat Islam itu adalah Islam itu sendiri" masuk pelanggaran point 2⃣ (beda porsi antara "filsafat Islam & Islam") namun dipaksakan dipahami sebagai point 1⃣ "filsafat Islam selaras dengan Islam", tetapi format pengungkapannya justru berpola point 2⃣
Pengungkapan Yang Selaras - Realistis
Jadi saran saya, coba anda mengungkapkan apa yg dipahami selaras dengan format bahasa pengungkapan.
Antisipasi Ambiguitas
Dan meskipun kata jacques derida "bahasa punya masalah ambiguitas", tetapi paling tidak 1⃣ urutan hirarkinya dipahami dan 2⃣ objektif sehingga ketika ada ambiguitas bahasa, kita bisa berkomunikasi secara hirarki yg meskipun juga memakai perantara bahasa, namun ambiguitasnya bisa dikurangi, sehingga pengungkapan bahasa dan komunikasinya lebih realistis
PERTANYAANNYA: apakah anda memahami hal ini sehingga bermain “sulapan logika” untuk berkelit? Atau anda tak menyadari bahwa anda telah terjebak oleh penalaran yg ceroboh?