Saya tahu banyak yg tertarik filsafat meskipun berbahaya. dan sudah menjadi rahasia umum. Apalagi sejak rocky gerung viral. Dan media sosial mempopulerkan
Hanya saja filsafat dikenalkan terlalu tinggi, sehingga yg awam terjebak berputar-putar ga tau harus mulai dari mana.
Belum lagi polemik di dunia filsafat yg sebelumnya tertutup jadi terbuka mudah diakses yang justru membuat keimanan goyang. Berpikir bebas yang tidak tepat dan cara berfilsafat lainnya yg cenderung membuat pola pikir kita liar. Asal bertanya, mencari celah demi kebenaran, tetapi justru menjebak mereka sendiri dalam kebingungan.
Itu sebabnya kita buat METAFilsafat untuk merapikan cara menalar kita. Mengembalikan filsafat ke jalur semula.
BerFilsafat Secara Bertahap
Tidak mudah, tetapi jika dipelajari dari arah secara benar, maka dalam berfilsafat kita tak sekedar ber-opini demi dinamika hidup. Namun kita juga mampu menyadari batas kemutlakan yang tak bisa dilewati. Sehingga dalam berfilsafat, meskipun melibatkan tumpang tindihnya makna, kita masih bisa menjaga kewarasan kita melihat batas-batas kebenaran, sehingga tak terjebak pemikiran yang absurd
Bisa kita mulai dari sini 👉 https://t.me/METAFilsafat/83597
Nanti saya update sampai pada akhirnya bisa masuk ke ranah ontologi dan lainnya dari sudut pandang kemutlakan
Saya akan mencoba menjelaskan perlahan dan sangat sederhana.
Tetapi yg kita coba ungkapkan bukan hanya pendekatan relatif, namun sudut pandang kemutlakan, yang, sejauh ini, belum populer di kalangan filsuf.
Dan dimensi kemutlakan perlu penanganan khusus, jadi penjelasannya juga harus perlahan dan tepat
BERFILSAFAT TANPA PEMBEKALAN
Terkadang setelah kenal filsafat, seseorang merasa perlu membantah, bahkan merasa kalau banyak yg perlu dipertanyakan, te-ta-pi tak menyadari konsep kemutlakan. Jadi bubar.
Sederhana kok. Kenapa filsafat bisa bikin kacau. Mereka dipaksa main di ranah relatif (tanpa pembekalan kebenaran mutlak & tanpa pembekalan sikap mutlak - aksiomatis - kontekstual), sehingga tak tahu batas kemustahilan (kebenaran mutlak), lalu asal tabrak batas kebenaran, dikira itu masih relevan, padahal sudah jauuuh tak kontekstual, tak nyambung, absurd, tapi dipaksakan terus. Gaass pol
Akhirnya terjebak cocoklogi, dan parahnya tak sadar kalau sedang cocoklogi supaya bisa membantah terus, yg sebenarnya sudah terjawab.
Ini mirip "dilarang masuk yg tak berkepentingan". Eh dibecandain (diakal-akalin) terus berpendapat "saya lapar ada kepentingan, boleh masuk dong", lalu masuk melanggar aturan.
Sampai tiba saatnya, namanya juga absurd, berujung ke polemik. Nah lo, bingung sendiri terus menyalahkan ini itu
❗️DELUSI DALAM BERFILSAFAT ❌
Parahnya lagi, mereka mengira sedang mempertahankan argumentasi yang ngawur atas dasar❓Bisa ditanyakan kok❓Bisa dipikirkan kok❓Ya berarti valid sebagai pertanyaan atau valid sebagai argumentasi❓Padahal apa yg mereka pertahankan hanya sebatas khayalan, TETAPI MENUDUH ORANG LAIN SEDANG BERKHAYAL.
Contoh ...
- 〰 "ini tak mustahil, karena bisa dipikirkan" | Padahal belum jelas keberadaannya
- 〰 "saya ingin kebebasan" | Padahal dia tak pernah bisa bebas langkahnya, kecuali sebatas egonya tak tersakiti
Mereka ngotot padahal sudah melanggar batas. Beda konteks. Tetapi dipaksakan nyambung YANG JATUHNYA ❓ANALOGI (sehingga tak terkesan cocoklogi, padahal absurd)
Contoh: "manusia perlu berdebat" karena❓ "untuk memastikan kebenaran" yang❓ "bisa membantu mengarahkan hidupnya" sehingga❓ "bisa mencari sesuap nasi" | Lihatlah betapa mereka dllatih dalam berfilsafat untuk berdialektika secara halus, sehingga terkesan masuk akal, terurut, rapi, padahal konteksnya amburadul kesana-kemari.
Di META, yg terutama adalah, ada standarisasi terlebih dahulu (kebenaran mutlak) - suatu pembekalan. Lalu barulah kita bermain relatif sebagai dinamika kehidupan dan tetap waspada mampu melihat sudah seberapa jauh dirinya melenceng dari garis kebenaran.
Itupun masih dibantah secara konyol dengan berkata "ini ga melenceng dan tak mustahil karena faktanya bisa dilakukan". Orang seperti ini tak sadar kalau meskipun bisa melanggar aturan itu tak mustahil, yang terkesan batas kebenaran mutlak salah, padahal bukan itu sebenarnya yg terjadi.
Pelanggaran batas kebenaran mutlak berarti sah karena bisa dilanggar sehingga batas kebenaran mutlaknya yg dianggap salah❓Bukan seperti itu, tetapi justru tanpa disadari mereka sudah bermain di level ide, yg jauh dari realita.
- Contoh:
👉 Kebenaran mutlaknya = "lingkaran tak bersudut" - ❌ Absurd = "tetapi saya punya lingkaran dan bisa saya tekuk jadi segi empat bersudut"
Bentuk-bentuk gas pol membantah yg dipaksakan seperti inilah yg membuat mereka bangga bisa mengakali kebuntuan berpikir yg selama ini dianggap terkekang. Padahal terjebak ke dunia kekonyolan.
Parahnya lagi❓Di sini ego dipuaskan, lalu tanpa disadari ego itu sendiri menguatkan dukungannya. Lalu, jadilah mereka sikapnya seenaknya, bebas, pemikirannya absurd. Dan masih mengira "itu mengasyikkan seru, tantangan berpikir, petualangan berpikir".
Itu sebabnya mereka yg telah mengenal filsafat bisa terjebak lupa diri. Dan ketika dikenalkan dengan METAFilsafat, mendadak ...
- 1⃣ Sikap batinnya seperti dikuliti tak bersisa.
- 2⃣ Sudut-sudut yg mengayomi egonya secara salah seperti mendadak terbuka tanpa ampun.
👉 Itu karena METAFilsafat fondasinya kebenaran mutlak, sehingga telah menyadari batas terjauh kebenaran,
- 〰 maka ketika ada pemikir yg berulah, langsung bisa dideteksi sedang bermain di taman yg mana,
- 〰 lalu diketahui batas-batas tamannya, sehingga terlihat jelas kalau mereka sedang guling-guling, joget-joget ga jelas dibalik bambu (mengira tak ada yg tahu, padahal metafilsuf sudah mengenali tempatnya)
〰〰〰