Kesempurnaan adalah lengkap, utuh — tanpa cacat.
Zat yang sempurna adalah Zat yang segala sifat-Nya dapat mewujud — menjadi nyata.
Manusia yang sempurna adalah manusia yang seluruh potensi dirinya dapat difungsikan sebagaimana seharusnya. Dapatkah? Tidak!
Semua potensi manusia bergantung kepada hal lain. Potensi manusia tidak berdiri sendiri dalam diri manusia. Itu sebabnya ada proses perkembangan kemampuan memfungsikan potensi makhluk hidup. Ada kebergantungan.
Label sempurna hanya dapat diberikan kepada syarat tertentu saja yang masih lebih kecil dari keutuhan sesuatu itu sendiri.
Kucing yang sempurna bukanlah sebagai diri kucing yang utuh — tanpa cacat, tetapi sebagai kucing sebatas memenuhi syarat tertentu.
Sebagai manusia, kita tidak sempurna, tetapi ketika syarat kesempurnaan dikurangi, maka kita semakin mendekati kesempurnaan.
- Saya dapat memakan dengan sempurna jika kegiatan memakan saya disyaratkan sebagai kegiatan yang (sekedar) mengenyangkan (dan saya terbukti kenyang). Berbeda jika syaratnya diperluas. Karena untuk memenuhi persyaratan apapun itu dengan berhasil (sempurna), diperlukan potensi yang luas juga yang boleh jadi terbatas — ada pada pihak lain.
Secara mendasar, kesempurnaan adalah sebagaimana seharusnya.
Lebih lanjut dalam pelaksanaannya secara lebih detail lagi, kesempurnaan bagi kita adalah kerjasama saling melengkapi antara kita dan hal lain sesuai fungsi yang dikehendaki.
Lalu bagaimanakah kebahagiaan, kegembiraan atau kebanggaan yang sempurna? Secara sangat terbatas — tetapi mendasar, adalah sejauh mengandung keselamatan maka sudah cukup membahagiakan, menggembirakan & membanggakan secara sempurna.
Dan bagaimana pula jika kita tidak bahagia, kurang bahagia atau jarang bahagia? Apakah kita bahagia sebenarnya?
Berbeda dengan Tuhan yang selalu sempurna! Kesempurnaan (keutuhan) Dia adalah berdiri sendiri, tidak terbatas — tidak bergantung kepada yang lain. Kita bergantung kepada yang lain, dan secara menyeluruh … kita dan lainnya bergantung kepada Rahmat-Nya, sehingga kita tidak dapat mempertahankan kesempurnaan dari waktu ke waktu.
Kedaan kita selalu bergantung, berubah sebagai proses beradaptasi dengan keadaan, sehingga terjadilah kegagalan di suatu waktu.
Kegagalan ini mengharuskan kita untuk mengatasinya agar berubah dari kegagalan menjadi suatu fungsi yang dikehendaki. Disinilah nampak naik-turunnya usaha kita menuju kesempurnaan (sebagaimana seharusnya).
Demikianlah jadi jelas bahwa kita hanya dapat berharap lebih sering berbahagia/bergembira/berbangga.
Di satu saat kita berbahagia, di saat lain kita bergembira dan saat yang lain lagi kita berbangga, lalu di saat yang lain lagi, kita bersedih. Berflukuasi keadaan kita. lalu bagaimakah berarti kita yang sebenarnya?
Kita adalah yang sebagaimana sering terjadi pada kita. Kita berbahagia karena kita lebih sering berbahagia dibandingkan kesedihan. Itulah pencapaian terbaik kita.
Kesenangan yang membahagiakan, menggembirakan atau yang membanggakan