MEMAHAMI AL QURAN

Seremonia
3 min readMay 3, 2023

--

Photo by The Dancing Rain on Unsplash

Satu hal, tetap merujuk ke ulama atau hadits dan konteks turunnya ayat. Namun tak cukup sampai disitu saja.

Ketika semua sudah terkumpul, masih perlu hal lain, yaitu menalarnya. Di sini rumitnya menalar di Al Quran.

Saya akan jelaskan sedikit hal tentang menalar ini.

Standarisasi

Seperti kamus Inggris-Inggris. dimana kata bahasa inggris diterjemahkan ke bahasa inggris. Jadi "chair" bukan diterjemahkan sebagai "kursi" tetapi penjelasan tentang kursi. Intinya patokannya Al Quran, bukan pendapat pribadi, jadi konsistensinya ada.

Konsistensi

Jujur saja, saya dan siapapun tak akan sanggup menjaga konsistensi dalam setiap perkataan. di awal berkata begini. di saat yang lain bisa saja berkata lain. INI DIPASTIKAN OLEHNYA

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"Maka tidakkah mereka menghayati (mendalami) Al-Qur'an? sekiranya (Al-Qur'an) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya."
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 82)

Belum lagi ditambah puluhan artikel, tulisan ... itu sebabnya dari pada pusing", saya mengandalkan Al Quran, sehingga ketika ada ambiguitas makna kata dalam versi kita. lalu kita kembalikan ke Al Quran, ternyata terlihat standarisasinya dan jelas konteksnya.

Itu yg menyelamatkan saya dengan kemudahan dari-Nya melalui Al Quran dalam menggali kebenaran, sehingga karena konsistensinya terjaga, akan semakin jelas kebenaran mutlaknya perlahan terlihat

Terlibat Langsung

Lebih hebatnya lagi, semakin mendalami Al Quran, terlihat jelas nalarnya dari Al Quran.

Ibaratnya begini, sebodo bodonya kita, kalau dibiasakan mengikuti alur yg konsisten TERUUUS MENERUUUS, pasti akan melihat konsistensinya yg tanpa sengaja berarti terlatih nalarnya.

Ini mirip orang yg ga bisa berbahasa asing, tetapi nyebur ke negara lain dan intens ikut percakapannya secara asal (karena bingung) dan mencoba meraba-raba, pada akhirnya akan menemukan polanya.

ChatGPT juga konsepnya seperti itu, hanya saja data yg digali bukan kitab suci, melainkan melibatkan opini dari jutaan orang, sehingga kecerdasan buatannya memang berhasil menemukan pola percakapannya, tetapi juga termasuk pola absurd yg ada mempengaruhi.

Itu sebabnya banyak dari mereka yg menghakimi Al Quran hanya dengan memahami beberapa ayat atau beberapa surat. Hasilnya❓Berburuk sangka. Menuduh Al Quran ambigulah, bertentanganlah, ga masuk akallah

Ya memang dalam memahami Al Quran perlu pendamping. Namun kalau memang ingin tahu duduk perkaranya, harus juga terlibat penuh. Sehingga fakultas akal & rasa kita juga sensitif dan tahu aturan (grammar) dalam menalar versi Al Quran. Bukan grammar tata bahasa Arab, melainkan aturan menalarnya.

Perlu diketahui, derajat tertinggi dalam kemampuan menalar manusia, sudah ada di Al Quran. Itupun saya juga baru memahami secuil dari nalar di Al Quran.

Contoh sederhana yg dikenali orang lain, nalarnya di Al Quran, adalah jumlah kata di Al Quran.

Banyaknya kata yg sama di Al Quran menentukan bobot (derajat pentingnya). Misalkan kata "bumi" ada berapa jumlahnya di Al Quran, lalu jumlah kata kerjanya berapa dan seterusnya. Mirip belajar tata bahasa Arab. Tentu tak mudah.

Dengan terlibat langsung menyimak ayat per ayat sampai habis, akan seperti belajar bahasa langsung terlibat dalam percakapan.

Tentu setelah kita memahami aturan menalar di Al Quran, tak berarti selesai sampai disitu. Kita tetap perlu memahami rujukan dari ulama, tetapi paling tidak sudah paham, harusnya dibawa kemana konteksnya. DAN ...

Inipun masih belum cukup. Kita harus menggali lagi, terlibat lagi terus menerus agar semakin terlihat kebenaran mutlak dibalik yg relatif yg sering dipertentangkan

--

--

Seremonia
Seremonia

No responses yet