METAFilsafat: Logika, Logis & Menalar

Seremonia
6 min readJul 6, 2024

--

Photo by Nik on Unsplash

Logika tak seluruhnya disadari kita kecuali sebatas yang kita sadari

Logika adalah struktur kebenaran universal yang mengatur hubungan sebab akibat yang dipersepsi dalam bentuk aturan menalar.

Logis adalah keadaan hubungan sebab akibat yang konsisten sebagaimana pola hubungan sebab akibat di logika

Menalar adalah menelusuri hubungan sebab akibat secara objektif maupun secara subyektif untuk melihat dimana keadaan seimbang yang proporsional (adil)

Menalar secara obyektif & subyektif maksudnya adalah seperti ini ...

πŸ”° Sisi subyektif adalah sisi lain dari masuk akal yang mampu menjaring kebenaran di kedalaman dimensi di luar realita sehar-hari, yang justru jaring-jaring subyektifitaslah yang mampu menangkap dimensi kebenaran mutlak universal, untuk kemudian diungkapkan secara objektif

πŸ“Œ Perasaan yang dianggap tak rasional, justru mampu menangkap kebenaran secara langsung sekaligus.

  • πŸ‘‰ Ibaratnya seperti tangan menggenggam sesuatu
  • πŸ‘‰ Ibaratnya seperti ruang menangkap udara
  • πŸ‘‰ Ibaratnya seperti ruang menangkap partikel

πŸ”° IBARATNYA SEPERTI TANGAN YANG MEMEGANG PETA

Intelektualitas

πŸ“Œ Sedangkan intelektual menangkap detailnya.

πŸ”° Ibaratnya seperti indera yang menelusuri jalur peta

γ€°γ€°γ€°

Yang mengabaikan intelektual, tak akan mampu memahami detail duduk perkaranya secara objektif

Yang mengabaikan perasaan, tak akan mampu menangkap (tak mampu menjaring) pengetahuan seutuhnya, sehingga objektifitasnya sempit karena tak mampu menangkap dinamika subyektif yang realistis

BALOK MENALAR

Logika, Logis & Menalar dapat mudah dipahami melalui permainan LEGO yang mewakili konsep balok menalar. Dimana logika adalah balok lego, dan logisnya adalah ketika kita menemukan hubungan yang bisa dipasangkan, sedangkan menalar adalah upaya mencari balok yang saling bersesuaian untuk dapat disambungkan

Menalar Objektif & Subyektif Pada Balok Menalar

Sedangkan menalar secara objektif adalah mencari balok yang dipasangkan melalui indera fisik baik dituntun oleh diri sendiri atau dituntun melalui pengetahuan yang telah ada untuk selebihnya mencari ketersambungan sisanya.

Atau menalar secara subyektif adalah ketika mencari balok untuk melihat seberapa jauh bisa dipasangkan membentuk suatu bentuk (dalam konteks) tertentu melalui perenungan, sehingga tuntunan lebih mendekati pengetahuan intuitif

INTUITIF

Intuitif karena pengetahuan (logika) tentang ketersambungannya (logis) berada di luar dimensi yang dipersepsi secara objektif, sehrngga sebenarnya hubungan yang mungkin di antara balok lego sudah diketahui di pengetahuan intuitif, sehingga kita hanya perlu merenung secara subyektif untuk menemukan diimana kecocokan balok untuk bisa dipasangkan.

Intuitif berarti melalui merenungi (fokus ke permasalahan), diharapkan dapat mengakses contekan - pengetahual intuitif yang apriori (telah ada sebelum kita lahir), sehingga melalui proses belajar (posteriori) meraba memikirkan balok lego untuk melihat dimana titik sambungnya, lalu mendadak bisa melihat sisi ketersambungan yang sebelumnya tak disadari - tersamar (eureka)

MEMAHAMI KETAKSESUAIAN HASIL MENALAR

Adalah ketika kita terjebak oleh bias kognitif, sehingga baik secara indera (mencari hubungan balok secara objektif) maupun secara intuitif (mencari referensi dari dimensi di luar persepsi yang sudah ada dipersiapkan sebelumnya - buku manualnya), hanya mampu menangkap sebagian atau secara tak utuh, sehingga hanya bisa memasangkan balok lego secara tak utuh pula yang ditandai oleh tak dapat dijalankannya balok lego yang telah terbentuk di keseharian kecuali terbatas saja (karena bentuknya tak sepenuhnya sesuai harapan - gagal memasang balok sisanya)

Menalar Subyektif & Objektif

Ketika kita bisa menalar secara subyektif, maka mencari ketersambungan lebih mudah karena kita seperti menggenggam keseluruhan sudut balok lego (sudut pandang lebih luas) - menalar secara serempak, sehingga ketaktersambungan di antara balok lebih mudah & lebih cepat diketahui dari pada melalui menalar objektif bagai memasangkan mencoba satu per satu untuk melihat dimana titik sambungnya

Ini tak berarti menalar objektif diabaikan, melainkan tetap diperlukan, setelah mampu memperkirakan dengan menggenggam, maka secara presisi (detail) - objektif, perlu dilakukan agar tersambung secara sempurna (tuntas)

DERAJAT MENALAR

Jadi sebenarnya secara apriori, balok balok pembentuk logika sudah ada.

Hanya saja di dimensi di luar persepsi, balok - balok ini ada yang sudah tersusun menjadi bentuk tertentu dan ada yg belum tersusun tetapi posisinya berdekatan atau saling menjauh cukup jauh.

Ketika kita merenung mencari keterhubungan secara intuitif, maka secara otomatis ada gerak menelusuri oleh diri kita ke dimensi pengetahuan internal untuk mencari contekan bentuk balok yang sesuai dengan balok yang ada di eksternal (di realita).

Inspiratif

Jika ada kesesuaian di antara balok di pengamatan empirik dengan balok secara apriori di dunia internal, maka jika nalar kita cukup kreatif, akan terjadi secara otomatis menelusuri bentuk balok lain yang berdekatan di dimensi internal, lalu disampaikan ke pemahaman kita, sehingga mendadak kita paham dan mengetahui bentuk berikutnya yang harus dicari di dunia indera fisik . Ini namanya terinspirasi secara intuitif

BALOK PENGETAHUAN BERDEKATAN. Semakin dekat balok pengetahuan di internal, semakin cepat penelusuran otomatis (akibat dipicu oleh perenungan), dan semakin cepat menemukan seperti bagaimana ketersambungannya yang harus dicari di realitanya (ibaratnya seperti berkata "saya mulai paham arahnya kemana")

BALOK PENGETAHUAN BERJAUHAN. Semakin jauh balok pengetahuan di internal, semakin lama penelusuran otomatis (akibat dipicu oleh perenungan), dan semakin lama menemukan seperti bagaimana ketersambungannya yang harus dicari di realitanya (ibaratnya seperti berkata "saya belum paham, saya bingung")

LADUNI - AKSIOMATIS

Ketika ada kesesuaian antara balok yang diamati di dunia nyata dengan bentuk balok di dimensi internal, lalu diri kita berusaha mencari sambungan di balok berikutnya di internal yang ternyata telah membentuk satu bentuk utuh, maka meraba bentuknya di dimensi indera fisik untuk melihat gambaran utuhnya, akan terjadi sedemikian cepat karena perkiraan bentuk utuhnya telah dipahami dari contekan di dimensi pengetahuan internal yang memang telah berbentuk utuh, ibaratnya seperti berkata "eureka", "pasti", "mutlak", "yakin" yang terbukti di realita

MEMPERBANDINGKAN SECARA EKSTERNAL & INTERNAL

Jadi dalam berpikir, kita mempersepsi dimensi fisik & ketika merenung kita mempersepsi (secara otomatis) dimensii internal untuk melihat kesesuaian antara hasil pengamatan dengan data di dimensi internal.

  1. Jika ada kesesuaian antara bentuk fisik & internal, maka kita bisa memahami keterhubungan yang logis yang menyadarkan akan kebenaran universal
  2. Jika ada kesesuaian antara bentuk fisik & pengalaman, maka kita bisa memahami keterhubungan yang logis yang menyadarkan akan kebenaran relatif (probabilitas)

KETERSAMBUNGAN EKSTERNAL & INTERNAL

Ketika struktur otak kita belum memadai untuk menerima bentuk utuh dari pengetahuan internal, maka tak hanya pengetahuan internal balok yang berjauhan yang tak bisa dipetakan, bahkan balok pengetahuan internal yang telah berbentuk pengetahuan tertentu pun juga tak bisa disadari.

Itu sebabnya perlu pertumbuhan otak yang semakin dewasa akan semakin mampu melihat secara jelas sudut balok di dimensi fisik dan mampu dijadikan bahan untuk diperbandingkan di balok pengetahuan internal

MEMAHAMI UNIVERSALITAS

Itu sebabnya mengapa kita bisa menyadari kebenaran universal tanpa harus mengunjungi seluruh sudut semesta. Sesuatu yang secara logika tak mungkin, karena struktur balok pengetahuan di dimensi fisik lebih sempit dari seluruh luasnya dimensi semesta. Kecuali karena apa yang kita pahami di dimensi fisik dapat dipetakan di balok pengetahuan internal yang memiliki ketersambungan secara meluas di dimensi internal, sehingga ibaratnya, cukup memahami secuil namun bisa menyimpulkan lebih luas, bukan karena telah menjelajahi seluruh semesta, melainkan dipahami ketersambungannya yang meluas sebagai akibat dari kemampuan menyadari ketersambungan yang meluas di dimensi internal yang memiliki relevansi (dapat dipetakan) dengan struktur balok di dunia fisik.

Ketersambungan yang dipahami secara indera eksternal, tak sepenuhnya, melainkan ada titik yang belum tersambung, yang setelah mampu terbukanya pengetahuan internal, maka nampak sisa sambungannya di dimensi internal, yang sebelumnya tak terlihat di dimensi eksternal, sehingga nampak ketersambungan pemetaan yang relevan antara pengetahuan inderawi & pengetahuan internal dan nampak jelas batas terjauhnya (kepastian mutlaknya)

KEKUATAN DOA

Melalui berdoa memohon memperoleh pemahaman adalah seperti memperoleh hidayah untuk mengarahkan apa yang kita persepsi (permasalahan, kebingungan) ke bentuk balok internal dari balok yang masih berjauhan namun memberi titik terang, atau ke bentuk balok yang berdekatan yang lebih memudahkan memahami arah solusinya kemana atau ke bentuk balok yang telah utuh atau bahkan bentuk balok yang berjauhan di dimensi internal didekatkan atau dibentuk secara utuh.

KEKUATAN DOA

Melalui berdoa memohon memperoleh pemahaman adalah seperti memperoleh hidayah untuk mengarahkan apa yang kita persepsi (permasalahan, kebingungan) ke bentuk balok internal dari balok yang masih berjauhan namun memberi titik terang, atau ke bentuk balok yang berdekatan yang lebih memudahkan memahami arah solusinya kemana atau ke bentuk balok yang telah utuh atau bahkan bentuk balok yang berjauhan di dimensi internal didekatkan atau dibentuk secara utuh.

Atau ketika kesadaran lebih tinggi, maka bukan lagi persepsi ke dimensi fisik diperbandingkan dengan database di dimensi internal, melainkan dimensi kesadaran kita meluas sehingga langsung mengunjungi dimensi internal secara langsung, sehingga melihat bentuk pengetahuan secara langsung dan meluas (melihat ketersambungan di segala arah) sehingga keyakinan kita seutuhnya tak tergoyahkan.

Keyakinan tak tergoyahkan ini juga bisa disadari (diimani secara utuh) ketika perenungan kita mampu memetakan pengetahuan sepotong sepotong dari indera fisik ke bentuk utuhnya di dimensi internal

Begitulah pentingnya doa dalam berfilsafat, agar bisa memperoleh contekan yang utuh, sehingga mampu memetakan antara pengetahuan inderawi dengan contekan dari pengetahuan internal secara utuh. Atau jika contekannya tak utuh, namun dapat diubah menjadi utuh melalui doa

--

--

Seremonia
Seremonia

No responses yet