Keberpihakan Tuhan Dalam Perselisihan

Seremonia
3 min readOct 13, 2019

--

Kalau ada 2 orang berselisih, siapa yang akan dibela Allah? Yang baik atau buruk? Yang benar atau yang salah?

Suatu rahasia yang berlaku secara universal bagi semua makhluk hidup yang dapat berselisih (belum jelas untuk hewan & tumbuhan). Baru sebatas itu yang Tuhan ijinkan bagi saya untuk saya sadari.

Ini masalah yang serius karena benar-benar mencengkeram sangat dalam di kehidupan kita, tanpa disadari.

Mengabaikan hal ini dapat meletakkan kita pada posisi yang sangat sulit.

Ada makna lebih mendasar dari sekedar "baik" & "buruk" atau "benar" & "salah".

Kita tidak dapat menilai apakah telah terjadi kebaikan pada seseorang. Kita juga tidak mengetahui seberapa jauh sesuatu itu memang baik.

Tetapi paling tidak, kebaikan/keburukan adalah hal yang paling sederhana dalam memahami apakah sesuatu telah benar atau salah.

Sesuatu baik karena memberikan kenyamanan, dan sesuatu buruk karena mendatangkan ketidaknyamanan sampai pada batas menyiksa.

Lalu bagaimana dengan sesuatu yang benar? Sesuatu benar adalah karena "sudah seharusnya demikian/terjadi", dan sesuatu salah adalah karena "tidak seharusnya demikian/terjadi".

Pada level sangat sederhana: yang mendatangkan kenyamanan adalah hal yang baik dan berarti benar. Yang tidak mendatangkan kenyamanan adalah hal yang buruk dan berarti salah.

"Ngga bener ini" karena saya merasa tidak nyaman. Ini hal yang buruk. "ada yang salah ini",

Namun pada level kebenaran/kesalahan, sesuatu yang benar boleh jadi tidak nyaman (contoh: rutin meminum obat yang pahit) dan tidak berarti buruk. Sedangkan sesuatu yang nyaman bisa jadi suatu kesalahan karena membawa kepada kemalasan untuk berjuang mengatasi keadaan lebih baik lagi (lebih nyaman lagi).

Tetapi pada tingkat KeTuhanan, maka baik/buruknya kita diukur dari seberapa jauh kepatuhan kita kepada Tuhan. Semakin patuh kita kepada Tuhan semakin baik perilaku kita dan ini adalah hal yang benar (tidak salah)

Ini semua adalah cara menilai sesuatu dari sisi lahir. Dari sisi batin lebih sulit lagi jika tidak ada kejujuran. Hati kita sendiri yang mampu menilai seberapa jauh kita telah berbuat tidak benar.

Adakah patokan yang lebih mendasar lagi dari semua pemahaman tentang baik/buruk atau benar/salah?

Bahwa kenyataan yang mengejutkan adalah bahkan ketika kita benar-benar jujur dari hati melihat ketulusan kita, padahal sebenarnya masih ada satu hal yang sangat tersamar. Yaitu keangkuhan.

Keangkuhan adalah keadaan yang menghapuskan amal kebaikan kita.

Kebaikan kita dapat dijungkir — balikkan menjadi kesia-siaan akibat kesombongan kita.

Jadi, ketika kita berselisih dengan orang lain, maka siapakah yang dibela Tuhan? Yang paling rendah hati.

Ketika kita berselisih dengan orang lain, lalu masing-masing saling berdoa memohon keadilan, maka jika kita berusaha merayu Tuhan menunjukkan betapa kita tidak sombong (dan hanya Tuhan yang tahu, sehingga merendah hatilah sebaik mungkin), peluang besar kita dibela.

Dengan syarat , pihak kedua yang berselisih dengan kita justru mendoakan keburukan bagi kita, maka justru menyungkurkan dia (cepat atau lambat).

Jadi sebaiknya waspada.

Bagaimana jika diantara pihak yang berselisih, masing-masing bermohon kepada Tuhan dengan kerendah-hatian: “Ya Tuhan bantulah atasi masalah kami berdua, baikkanlah kami berdua” ? Maka terlepas dari apakah salah-satunya lebih rendah hati dibanding yang lain, maka tetap saja yang paling rendah hati akan dibela. Sedangkan yang kurang rendah hati tetapi tetap sadar diri tidak menyombongkan diri, maka akan diringankan ujiannya dan keduanya dipertemukan dalam damai.

--

--

Seremonia
Seremonia

No responses yet