Setiap ilustrasi selalu ada tandingannya yg membantah. Mengapa? Karena itu hanya ilustrasi.
Disinilah yg terjadi pada kaum atheist. mereka membantah kaum theist dengan ilustrasi, lalu ketika dibantah oleh theist , mereka merenggangkan ilustrasi, demikian pula theist yg justru terjebak dalam permainan memelarkan ilustrasi, karena memang bisa direnggangkan, hanya ilustrasi.
Contoh sederhana ...
- Yang bulat itu lebih licin dibandingkan dengan yg bergerigi.
Bulat telur lebih licin dari batu bata
Ilustrasi ini bisa dibantah
"ada kok batu bata yg licin, di tempat saya batu bata berlumut ..."
Padahal fokusnya bukan pada ilustrasi, tetapi fokusnya pada permukaan bulatnya yang tak berpola. disinilah mereka berdua, atheist vs theist seru bermain kesia-siaan di ranah lalu berkata "saya merenungi menalar"
Dan Tuhan berfirman di Al Quran, memberi isyarat :
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْىِۦٓ أَنْ يَضْرِبَ مَثَلًا مَّا بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا ۚ فَأَمَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا فَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ ۖ وَأَمَّا الَّذِينَ كَفَرُوا فَيَقُولُونَ مَاذَآ أَرَادَ اللَّهُ بِهٰذَا مَثَلًا ۘ يُضِلُّ بِهِۦ كَثِيرًا وَيَهْدِى بِهِۦ كَثِيرًا ۚ وَمَا يُضِلُّ بِهِۦٓ إِلَّا الْفٰسِقِينَinnalloha laa yastahyiii ay yadhriba masalam maa ba’uudhotang fa maa fauqohaa, fa ammallaziina aamanuu fa ya’lamuuna annahul-haqqu mir robbihim, wa ammallaziina kafaruu fa yaquuluuna maazaaa aroodallohu bihaazaa masalaa, yudhillu bihii kasiirow wa yahdii bihii kasiiroo, wa maa yudhillu bihiii illal-faasiqiin"
Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan seekor nyamuk atau yang lebih kecil dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, mereka tahu bahwa itu kebenaran dari Tuhan. Tetapi mereka yang kafir berkata, Apa maksud Allah dengan perumpamaan ini? Dengan (perumpamaan) itu banyak orang yang dibiarkan-Nya sesat, dan dengan itu banyak (pula) orang yang diberi-Nya petunjuk. Tetapi tidak ada yang Dia sesatkan dengan (perumpamaan) itu selain orang-orang fasik,"(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 26)* Via Al-Qur’an Indonesia http://quran-id.comJadi Tuhan sendiri memberi isyarat, lewat perumpamaan bisa bermain menuju kesesatan.
Lewat perumpamaan pula kita bisa menyadari kebenaran
Mereka tidak memahami esensi dari perumpamaan
Contoh lebih sederhana lagi sangat manusiawi sehari-hari
... "jangan menyakiti kalau ga mau disakiti. coba kalau kita disakiti pasti membalas kan.lalu dibantah ... "teman saya kalau disakiti ga membalas, sabar kok"
Ga akan ada selesainya, lalu untuk apa perumpamaan kalau justru membuat debat kusir?
Itu mewakili kelemahan kita dalam hal kekurangan data.Kita ingin menjelaskan suasana indahnya di tempat liburan yang baru kita kunjungi.
Kita mencoba menjelaskan ke orang yg belum pernah berkunjung. Lalu kita menggunakan contoh sehari-hari yg dikenal oleh orang itu supaya mereka dapat membayangkan seperti yg kita rasakan, tetapi karena kebetulan dia ga suka dengan contohnya lalu dia menolak memahami. hehe
Ini seperti Tuhan berkata "sesak di dada seperti naik ke angkasa"
Terbukti secara ilmiah itu ... bahwa semakin naik ke atas mendekati atmosfir, semakin kekurangan oksigen dan membuat sesak nafas
Perumpamaan oleh Tuhan sudah cukup sebenarnya, agar kita memahami secara mudah tetapi lalu perumpamaan itu diputar, dibalik dan dibumbui, dikurangi untuk menyangkal, dan pasti bisa, karena itu hanya perumpamaan, bukan duplikat yg sama persis
Mereka membantah seperti ini
..."ga kok, coba kalau kita naik pesawat, enak duduk di atas makan ga sesak"
Bagaimana mereka saling berdebat filsafat, merenung, mengeksplorasi, membantah, mengoreksi, padahal mereka hanya seperti bermain lego.
Nah disini kita perlu memahami fungsi perumpamaan yg sebenarnya tidak equivalen dengan yg diumpamakanItu sebabnya kaum kaum yg mencapai pencerahan, mereka bingung menghadapi keadaan yg berbeda dari dimensi sehari-hari
Ada kejanggalan tetapi memang fakta. pikirannya menuntut penjelasan bagi dirinya sendiriLalu mereka mencari-cari perumpamaan untuk dirinya sendiri.
Parahnya ...
Mereka terjebak juga oleh perumpamaan yg bersifat lentur
Akhirnya sebagian dari mereka ada yg tertipu (mengira dirinya Tuhan) karena mencoba memahamkan bagi dirinya sendiri
Istilah saya mereka mabuk perumpamaan, dimabukkan oleh perumpamaan
Nah ada rahasia disini dari Allah ...
Bisa untuk mewaspadai bagi diri sendiri
Lalu bagaimana mengeraskan perumpamaan agar walau lentur tetap kokoh
Agar kita sendiri tidak terjebak oleh permainan karet dalam berlogika?
Pertama ...
- Hindari perumpamaan karena perumpamaan cenderung kurang data
- Lebih baik menceburkan diri ke pengalaman itu sendiri ... selesai sudah?
Tidak juga ... banyak kendala
- --- Berat diongkos juga
- --- Diluar kemampuan
{kesibukan dan seterusnya ...}
Disini diperlukan aksioma yang diiringi oleh perumpamaan.
Seiring berjalannya pemikiran, kita akan melihat sudut yg tepat pada perumpamaan yg selaras dengan realita. bagaimana ini bisa terjadi?
Bagaimana yg lentur bisa terlihat keras dan tetap lentur?
Allah memberi sindiran, mereka yg terjebak oleh perumpamaan, bermain dengan perumpamaan, adalah mereka yang fasik ... membangkang ... ciri-ciri pembangkang ... mencari celah
Disini hebatnya Allah
Keluarbiasaan-Nya menantang mereka yg berpikir untuk tidak hanya teliti, tetapi sedemikian tipis tajam ...
Nabi Ibrahim sadar ketika melihat alam lalu merenungkan, dan dia bingung, selalu saja alasannya bisa dibantah dirinya sendiri
Lalu dia berkata :
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:فَلَمَّا رَءَا الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هٰذَا رَبِّى هٰذَآ أَكْبَرُ ۖ فَلَمَّآ أَفَلَتْ قَالَ يٰقَوْمِ إِنِّى بَرِىٓءٌ مِّمَّا تُشْرِكُونَfa lammaa roasy-syamsa baazighotang qoola haazaa robbii haazaaa akbar, fa lammaaa afalat qoola yaa qoumi innii bariiium mimmaa tusyrikuun"
Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, Inilah tuhanku, ini lebih besar. Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata, Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan."(QS. Al-An’am 6: Ayat 78)
* Via Al-Qur’an Indonesia http://quran-id.com
"aku berlepas diri dari apa yg kamu persekutukan"
Nabi Ibrahim mendadak sadar jebakan perumpamaan sebagaimana yg dialami penyembah berhala
Jadi perumpamaan harus diiringi aksioma ...
INI ADALAH BENTUK TAFSIR TENTANG KEADAAN NABI IBRAHIM DALAM MENANGGAPI MASALAH BINTANG. Tetapi bagaimana seharusnya kita menyikapinya?
Nabi Ibrahim tidak menuhankan bintang, ada dua versi tafsir ...
- 1. SEBELUM MENJADI NABI. Nabi Ibrahim mencari Tuhan
Jika Nabi Ibrahim mencari Tuhan berarti itu sebelum diangkat jadi Nabi, yang berarti pula bukan kesalahan Nabi Ibrahim & bukan bentuk pelanggaran karena pembangkangan atau kekufuran, melainkan karena ketidaktahuan
- 2. SESUDAH JADI NABI. Nabi Ibrahim menegaskan kalau mempertanyakan ketuhanan itu salah, karena bintang bukan Tuhan
Yang berpegang pada point 1 tak berarti Beliau menuhankan bintang, melainkan ketidaktahuannya, dan itu bukan kesalahan melainkan sebatas ketidaktahuannya
Yang berpegang pada point 2. berarti beliau memberi contoh pengajaran keimanan melalui dialektika tanya jawab
Karena ketika telah menjadi Nabi, maka keadaannya tentu mengetahui adanya Tuhan & menyadari Tuhan tak serupa dengan ciptaan-Nya, sehingga tak ada pertanyaan bagaimana itu Tuhan
Jadi jika dipaksakan (dianggap) beliau mencari Tuhan, maka itu dalam konteks sebelum menjadi NABI, dan bahkan ketidaktahuannya tidak bisa menjebak beliau.
ARTINYA DARI ARAH MANAPUN, NABI IBRAHIM TIDAK KUFUR, TIDAK ATEIS, DAN❓TIDAK MENUHANKAN BINTANG.
MEREKA MAU MEMBAWA PEMAHAMAHAN TENTANG INI KE ARAH MANAPUN, TETAP MENEGASKAN KETIDAKSALAHAN BELIAU & MENEGASKAN KEIMANAN BELIAU
KEKELIRUAN, KESALAHAN & KETIDAKTAHUAN.
Bahwa seseorang bisa keliru, namun belum tentu suatu kesalahan.
Seseorang bisa melakukan pelanggaran, namun belum tentu kesalahan.
Kecuali telah dipastikan apakah pelanggaran atau kekeliruan itu karena kesalahan atau ketidaktahuan❓
Jika melakukan kesalahan berarti ada penentangan secara sadar terhadap hal yang benar, dan di sini masuk kategori berdosa
Namun jika pelanggaran atau kekeliruan karena ketidaktahuan, maka bukan merupakan kesalahan
Jadi dari arah manapun anggapan tentang beliau, maka keadaannya ketidaktahuan yang tak menjebak kepada kekufuran & tak menjebak kepada ateisme atau itu merupakan percakapan yang menjadi contoh diskusi tentang keimanan beliau bahwa bintang bukan Tuhan.
Kembali ke permasalahan perumpamaan
Contoh ...Tuhan bahkan memberi contoh aksioma di Al Quran ...
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:إِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِئَايٰتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوٰبُ السَّمَآءِ وَلَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتّٰى يَلِجَ الْجَمَلُ فِى سَمِّ الْخِيَاطِ ۚ وَكَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُجْرِمِينَinnallaziina kazzabuu biaayaatinaa wastakbaruu 'an-haa laa tufattahu lahum abwaabus-samaaai wa laa yadkhuluunal-jannata hattaa yalijal-jamalu fii sammil-khiyaath, wa kazaalika najzil -mujrimiin" Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, tidak akan dibukakan pintu-pintu langit bagi mereka, dan mereka tidak akan masuk surga, sebelum unta masuk ke dalam lubang jarum. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat."(QS. Al-A’raf 7: Ayat 40)* Via Al-Qur’an Indonesia http://quran-id.com
Perumpamaannya ... ?
--- Pintu-pintu langit
Aksiomanya ... ?
--- Mereka tidak akan masuk surga, sebelum unta masuk ke dalam lubang jarum
🧩 Ga masuk akal ... sesuatu yg besar dimuat oleh sesuatu yg kecil - ini aksioma.
Allah menyindir "ga bakal kamu bisa masuk surga ... kecuali kalau unta bisa masuk lubang jarum .. nah baru kamu bisa masuk surga semudah yg kamu harapkan ... tapi ga bisa kan ... jangan mimpi deh"
Begitulah Tuhan Yang Maha Meliputi Maha Perkasa memberi pelajaran kita ...
Allah sedang meledek itu
Nah kembali ke masalah perumpamaan
Apa maksud Allah membuat perumpamaan yg lentur diawal ... dan keras diakhir (dikeraskan oleh aksioma)?
Fungsi awal perumpamaan ...
Untuk menunjukkan bahwa sesuatu itu di-mung-kin-kan, sesederhana itu
Nanti seiring waktu, dengan aksioma, dibekukan karet perumpamaan
Mendadak kaku keras tak dapat diputar dari arah yg berbeda
Jadi, kalau mau berargumentasi, pertanyaan yang dilontarkan
- bukan seperti ini = ... "MANA ARGUMENTASIMU?" Tetapi tidak bisa lepas dari bermain ilustrasi - debat kusir
- tetapi seperti ini = ... "MANA AKSIOMAMU?"
Agar ketika berhadapan dengan perumpaan (yang bisa ditarik-ulur karena lenturnya), kita tidak bingung sendiri yang justru berbalik menyerang diri sendiri, menggoyahkan keimanan sendiri.
ARGUMENTASI BELUM TENTU AKSIOMATIS, TETAPI AKSIOMATIS BISA MENJADI ARGUMENTASI