Hati yang lembut, jiwa yang kuat. Jiwa yang kuat, hati yang tulus. Jiwa yang kuat, hati yang lemah.
RUH
Kita dalam keadaan apa adanya sama dengan lainnya. Kosong! Sekedar ruh! Tak berjiwa.
Ruh tanpa bentuk. Di tahap ini semua sama.
Ruh malaikat, ruh manusia, ruh hewan, ruh jin, semuanya jika tanpa jiwa, maka keadaannya sama!
Ruh tanpa jiwa, membuat kita berkehendak! Hanya berkehendak menyadari! Bagai seorang yang menatap kosong — seperti melamun. Tatapan kosong.
Ruh adalah daya kehendak.
Ruh nampak hidup ketika ada jiwa. Tanpa jiwa, ruh hanya menyadari adanya.
JIWA
Jiwa adalah sebuah cetakan terhadap ruh. Ruh dicetak dari sesuatu di luar ruh. Seperti air yang diletakkan di suatu wadah, sehingga air mengikuti bentuk wadahnya.
Ada wadah berbentuk malaikat, manusia, jin & hewan juga tumbuhan. Wadah ini adalah pencetak yang menampakkan cetakan jiwa.
- Makhluk binatang adalah ruh yang diberi cetakan (jiwa) kebinatangan. Suatu jiwa (yang) rendah.
- Makhluk malaikat adalah ruh yang diberi cetakan (jiwa) kemalaikatan. Suatu jiwa (yang) tinggi.
- Demikian pula, makhluk jin & makhluk manusia adalah ruh yang diberi cetakan (jiwa) dari berbagai bentuk mulai dari jiwa kebinatangan sampai kepada jiwa kemalaikatan — dari jiwa (yang) rendah sampai jiwa yang tinggi.
Jiwa adalah kepribadian dari ruh.
JIWA YANG KUAT
Adalah jiwa yang tetap berada pada posisi tertentu sampai batas waktu yang diperlukan — selama mungkin.
Manusia yang berjiwa kuat, adalah manusia yang jiwanya mencerminkan kemanusiaan, bukan menunjukkan cetakan kebinatangan — jiwa rendah.
KEPRIBADIAN & TUBUH
Tanpa jiwa, maka ruh tak berkepribadian sebagai suatu makhluk tertentu. Jiwalah yang membedakan antara manusia dengan jin atau malaikat.
Demikian pula fisik kita dibentuk menyesuaikan jenis cetakan (jiwa) — kepribadian.
Suatu keserasian. Jika suasana ceria maka sebaiknya jangan musik yang menyedihkan.
Demikian pula jika cetakannya berjenis kemanusiaan, maka wadah (tubuh bagi) cetakan (jiwa)-nya haruslah berbentuk yang bercirikan kemanusiaan.
JIWA YANG LEMAH
Mereka yang berkepribadian baik adalah mereka yang berjiwa kuat sesuai dengan jenis tubuhnya.
Manusia yang berkepribadian baik adalah manusia yang menjaga jiwanya tetap kuat di level yang sesuai dengan (bentuk yang mencirikan) kemanusiaannya.
Manusia yang buruk adalah manusia yang jiwanya menunjukkan cetakan yang bercirikan kehewanan atau bercirikan kemalaikatan sepanjang waktu lebih dominan dibanding jiwa kemanusiaan. Ini menunjukkan jiwa yang lemah — goyang, tidak kokoh yang tidak mencirikan bentuk fisiknya sebagai manusia.
Contoh sederhana, manusia yang mengurangi mengkonsumsi makanan atau tidak menikah, maka keadaan jiwa kemalaikatan seperti ini tidak sesuai dengan ciri (tubuh) kemanusiaan, kecuali hanya sebatas beberapa waktu saja yang tidak mendominasi sepanjang hidupnya.
BATAS JIWA
Jiwa itu sedemikian beragam batasnya. Ada jiwa kemanusiaan yang penuh emosional. Ada jiwa kemanusiaan yang penuh ketenangan dan yang berada di antaranya.
Demikian pula malaikat dan jin, walau berbeda nuansa.
Pada awalnya jiwa seseorang terbatas, namun seiring waktu dalam kehidupan, jiwanya dapat meluas, lebih sabar, lebih tenang
Jiwa itu bagaikan alat musik tertentu yang siap menampilkan getaran nada tinggi atau rendah.
Ada juga alat musik yang kurang berkualitas, sehingga bagaimanapun diusahakan menampakkan melodi, tetap saja kurang nyaman di pendengaran. Bisa jadi dari awalnya kurang di atur (tuning). Tetapi dengan kelemahan itulah terkadang menampakkan nada tersendiri yang unik.
Ibaratnya, beda makhluk, beda pula jenis alat musiknya.
Bagaimanapun kita usahakan agar gitar menjadi lebih baik, lebih merdu suaranya, tetap saja sulit menampilkan suara dari alat musik yang berbeda.
Ada perkecualian pada manusia & jin, dimana, mereka bagai alat musik tertentu yang sedemikian besar dan terbuat dari potongan-potongan.
Sehingga, jika diinginkan mereka, manusia & jin mampu membongkar pasang jiwanya agar membentuk jiwa yang lain sebagai binatang atau malaikat.
SINKRONISASI JIWA & TUBUH
Ketika manusia merombak bentuk jiwanya yang juga selaras dengan bentuk fisiknya, menjadi bentuk jiwa yang sehat/sakit, maka tubuh juga akan merefleksikan keadaan sehat/sakit.
Atau ketika jiwa terlalu lama berada dalam bentuk jiwa kemalaikatan, maka keadaan tubuh akan menyesuaikan sedemikian rupa sehingga menjadi tiada minat untuk makan/minum/menikah.
MEMBENTUK JIWA
Jiwa itu sendiri adalah ruh yang dibentuk. Dicetak (dibentuk) oleh bawah sadar.
HATI
Hati itu keadaan ruh yang bergetar sesuai bentuk jiwa.
Jiwa yang hidup, itulah hati. Jiwa yang bersuara, itulah hati.
Hati adalah suara jiwa. Ruh yang menghidupi jiwa yang menyuarakan hati.
Suara hati itu sesuai dengan bentuk jiwanya.
Hati manusia tidak ditentukan oleh jiwanya, tetapi gerak hati manusia ditentukan oleh jiwanya.
Manusia dikatakan hidup karena ada gerak hati, ada suara hati, jeritan hati, keadaan hati yang berubah-ubah.
Gerak hati itu adalah ruh yang bergetar mengikuti bentuk jiwa.
Jiwa berubah tidak jauh dari batasnya. Dan perubahan batas jiwa itulah yang menampakkan suara hati.
Ruh menggetarkan jiwa yang berubah setiap saat, sehingga menampakkan perubahan hati setiap saat.
SANDARAN
Hati bersandar pada jiwa, dan jiwa bersandar pada ruh.
Ruh adalah bagai energi listrik yang mengaliri jiwa sebagai lampu, lalu nampaklah terangnya hati.
Ruh sebagai energi mengaliri manusia sehingga hiduplah kemanusiaannya.
Ruh menghidupi jiwa yang menampakkan hati.
Ini seperti listrik yang mengaliri beragam alat yang berbeda, dan menghasilkan suatu sensasi/gerak/fungsi yang berbeda
Bahwa jiwa & hati tidak terpisah dari ruh. Ruh menghidupi jiwa dengan cara ruh itu sendiri bergetar atau hidup sesuai arahan bentuk jiwa.
Ini seperti buah yang hidup dan dicetak, sehingga bentuk akhirnya nampak tidak sekedar hidup tetapi berkarakter.
Simak di bawah ini:
Pencetak jiwanya (bawah sadar) terpisah dari buahnya, tetapi hasil cetakan (jiwanya) menyatu dengan buahnya, dan hasilnya … , sesuatu getar hati yang bermakna (bentuk “buah hati”, ”simbol hati” — cinta) — hati
KEHENDAK
Dimanakah letak kehendak? Ruh itu sendiri merupakan kehendak. Ruh itu selalu berkehendak — hidup. Hanya saja lebih banyak mengikuti cetakan yang ada (pada bawah sadar)
PILIHAN
Dimanakah pilihan? Itu ketika gerak hidup ruh menghadapi perbedaan cetakan (jiwa), maka disitu ada pilihan.
HATI SEBAGAI REFLEKSI DARI KEHENDAK ATAU JIWA
Ketika kita berkehendak, sebenarnya ruh kita berkehendak, lalu dihadang oleh berbagai kemungkinan pilihan (bentuk jiwa), dan setelah kehendak memutuskan memilih bentuk kejiwaan tertentu, maka nampaklah hasilnya terlihat melalui hati (yang bersyukur atau tidak).
Disinilah keadaan jiwa yang berkualitas akan nampak dari hatinya, karena hatinya adalah refleksi dari kehendak yang diuji oleh kemungkinan bentuk jiwa (pilihan)
Kehendak yang tak terhalang oleh kemungkinan bentuk pilihan (jiwa), maka nilai (kualitas) hatinya hanya sekedar cermin dari kehendak, bukan cermin dari jiwa.
Disini, tidak nampak kualitas dari jiwa, karena hati hanya refleksi dari kehendak (bukan refleksi dari jiwa)
Kehendak tanpa halangan, maka hasilnya dilihat melalui hati sebagai refleksi dari kehendak.
Tetapi jika kehendak mendapatkan halangan, maka hasilnya dilihat melalui hati sebagai refleksi dari jiwa.
— — —
Jadi …
- Ruh adalah energi yang (hidup) berkembang/menyusut (mengikuti bentuk jiwa).
- Jiwa adalah (yang menentukan) kepribadian (ruh), sedangkan
- Hati adalah gerak (suara) jiwa. Hati adalah wajah kita, suatu jiwa yang nampak, sedangkan jiwa adalah hati (wajah) yang pasif — tersembunyi.
Hati yang teruji adalah refleksi dari jiwa kita, dan hati yang tak teruji adalah refleksi dari kehendak kita.
Melalui manakah Tuhan meletakkan hubungan-Nya dengan hamba-Nya, hati atau jiwa atau keduanya, secara bagaimana?
Melalui hati hamba-Nya yang teruji, karena hati yang lulus ujian, menampakkan wajah dari jiwa yang baik
Mereka yang baik adalah mereka yang kehendaknya telah melewati ujian pilihan bentuk jiwa yang rendah/mulia, dan berhasil memilih yang terbaik sehingga menampakkan hati yang baik (bersyukur).
LAYMAN’S TERMS
Hati itu adalah ruh yang bergetar. Ruh yang bergetar adalah ruh yang berkehendak.
Kehendak kita adalah ruh yang bergetar. Getaran (kehendak) ruh membentuk suasana hati.
Suasana hati adalah suara ruh.
Hati yang bersih adalah tanda suara ruh yang sedemikian syahdu (khusyu') dikarenakan ruh yang telah bergetar (berkehendak) dengan pola yang terbaik (sesuai yang dicontohkan Tuhan lewat agama , atau sesuai fitrah).
Tetapi bahkan ruh bergetar juga dalam batas tertentu sesuai cetakan jiwa.
Jiwa yang kuat akan memberikan cetakan yang kuat, sehingga ketika kehendak ruh bergetar mengikuti getaran yang tidak layak, maka tidak cukup menggoyang (cetakan) jiwa kita, sehingga jiwa juga tidak cukup tergetar untuk menyuarakan nada hati yang muram.
Hati yang bersih karena jiwa kita memiliki cetakan dengan pola yang benar, sehingga ombak getaran ruh tak mampu membentuk suara hati yang buruk jika cetakan jiwa kita berpola kebaikan.
Boleh jadi, jiwa kita baik, tetapi (karena tidak memiliki cetakan yang kokoh, sehingga) lemah, dan ketika kehendak ruh digoyang dengan pengaruh buruk, lalu bergetar secara berlebihan yang merusak cetakan jiwa baik tetapi lemah, maka hati akan menyuarakan kesedihan sebagai tanda ada yang berubah pada jiwa (kepribadian) kita, sebagai akibat dari pemaksaan kehendak ruh yang salah.
Hati Yang Galau
Hati yang kacau itu karena jiwa kita digetarkan lebih dari yang seharusnya atau digetarkan kurang dari yang seharusnya.
Jiwa Yang Bergetar
Bagaimana jiwa dapat tergetar? Jiwa digetarkan oleh kehendak ruh (ruh yang bergetar). Atau dari rangsangan luar melalui indera.
Kita menerima rangsangan dari indera (rangsangan yang sudah berbentuk getaran). Disalurkan oleh indera ke jiwa kita, dan bergetarlah jiwa kita, lalu nampaklah suara hati yang berubah mengikuti rangsangan dari luar.
Firasat
Jadi ..., ketika hati kita mendadak berubah suasana, bersuara aneh/janggal/tidak enak. Coba telusuri, boleh jadi karena lingkungan mengirimkan rangsangan (getaran) ke jiwa kita dalam kekuatan yang tidak seimbang (berlebihan/kurang) sehingga terasa nada hati yang tidak enak.
Tetapi jika suasananya memberi getaran nyaman, dan suasana hati galau, coba cek lagi. Adakah pengaruh dari bawah sadar yang menggetarkan jiwa kita yang biasanya berhubungan dengan masalah di masa lalu atau pola kebiasaan yang ditekan? Jika tidak juga relevan, maka boleh jadi supra sadar yang menggetarkan jiwa kita, dan berarti ini tidak terkait dengan masa lalu, tetapi pertanda.
Begitulah, hati adalah nada dari alat musik jiwa yang digetarkan oleh kehendak ruh.