BIAS KOGNITIF - Filsafat & METAFilsafat

Seremonia
4 min readJun 19, 2024

--

Photo by Jr Korpa on Unsplash

Ketika kita terkena bias kognitif, maka kita bisa salah mempersepsi. Bisa salah mempersepsi karena sistem memori kita, karena pengamatan kita atau hal lain kelemahan dari sisi kemanusiaan.

Prinisipnya ada kesamaan antara Filsafat & METAFilsafat, hanya saja jika diperdalam, maka ada perbedaan menyolok antara bias kognitif versi filsafat & bias kognitif versi metafilsafat.

Filosofis vs METAFilosofis

Pada filsafat, mengajarkan kepada kita sisi psikologis yang dapat mempengaruhi cara kita mempersepsi sesuatu.

Contoh:

〰 Studi Kasus: kita sudah mengetahui bahwa kendaraan itu boros bensin tetapi menarik di hati, sedangkan ini bisa mempersulit keuangan sehari - hari, namun tetap saja yang dipilih kendaraan yang menarik di hati meskipun boros bahan bakar

  • 👉 Di META kita tak menyoroti hal seperti ini, tetapi lebih mendasar lagi bahwa "apakah ada contoh dari pengalaman orang seperti kita dengan budget minim membeli kendaraan tersebut akan membawa kesulitan perawatan atau tidak menyulitkan? "

Contoh lebih sederhana lagi yang akan mengejutkan kita melihat perbedaannya antara melihat bias kognitif dan mengatasi bias kognitif dari sudut pandang filsafat & metafilsafat

〰 Studi Kasus: saya perlu untuk membeli ini & itu, oh iya jangan lupa, ini juga penting, dan ini juga sesuai harapan saya, makanan kesukaan yang sudah lama saya cari, dan belum lagi yang itu pasti lezat.

Bagaimana filsafat mengatasi ini❓Kurang lebihnya ... membuat sakit? Sedang diet? Atau lebih baik lagi, jangan boros, bla bla bla ...

  • 👉 METAFilsafat❓Tak hanya mempertimbangkan pendekatakan filosofis, melainkan pendekatan META, seperti ini ... apakah keluarga kita juga suka?

Lebih mendasar lagi yang mungkin tak terpikirkan oleh beberapa filsuf (tak semua filsuf)

  • 〰 Filsafat: Jangan mengejar kesempurnaan, tak ada yang sempurna, jadi berhentilah
  • 〰 META: Kejarlah kesempurnaan, karena kita bisa menuntaskan secara bertahap dan itulah kesempurnaan

Perbedaan persepsi ini yang bisa terjadi karena kelemahan diri sendiri, dapat ditanggapi secara berbeda oleh kedua belah pihak (filsafat & meta)

Atau ...

  • 〰 Filsafat: Buktikan secara langsung sampai bisa disentuh
  • 〰 META: Tak ada bukti secara langsung kecuali dalam arti langsung dipersepsi tanpa penghalang objek yang nampak, karena bahkan jika dilibatkan "adanya penghalang apapun itu", sebenarnya kita tak pernah benar - benar bisa menyentuh, melainkan ada penghalang elektromagnetik antara tangan kita dengan tangan orang lain yang disentuh (selalu ada ruang yang dianggap kosong oleh kita)

INTINYA❓Bahwa secara META, persepsinya lebih realistis karena sampai ke kemendasaran

KALAU KITA RUMUSKAN SECARA SEDERHANA❓

  • DIMENSI RELATIF. Pada umumnya filsafat mengenal "logical fallacy" & "cognitive bias" atau hal lainnya dari dimensi kebijaksanaan (filsafat = cinta kebijaksanaan) yang didasarkan kepada keseharian. Bahkan ketika mereka menggali di kedalaman pemikiran atau kedalaman perenungan,, masih saja sebatas kedalaman relatif.

Ibaratnya, "mari kita bermain lebih dalam tak hanya di daratan, lalu mereka menyelam ke lautan dalam. Lebih dalam lagi ... , lalu menyelam ke palung laut, lebih dalam lagi ...., mengebor daratan sampai kedalaman bermeter- meter. Ayo lebih dalam lagi ...., lalu menjelajahi alam semesta antar bintang.

  • DIMENSI UNIVERSAL. META, bukan lagi sekedar menjelajahi antar planet, atau mengebor bumi atau menyelam di kedalaman lautan, atau bahkan juga bahkan tak membedah otak, meneliti kedalaman syaraf otak.

👉 BUKAN LAGI SEBATAS FISIKA (fisika tetap dipakai), namun sampai batas fisika kuantum dan lebih dalam lagi.

Itu sebabnya beberapa filsuf agak terkejut melihat perkembangan kedalaman pengetahuan sains di level fisika kuantum, sedangkan di sisi METAFilsafat, ini hal biasa.

JADI TENTU, MEMAHAMI BIAS KOGNITIF SERTA MENGATASINYA JUGA MELIBATKAN SUDUT PANDANG KEDALAMAN FISIKA KUANTUM ATAU LEBIH DALAM LAGI, KEMENDASARAN UNIVERSAL (yang nanti juga akan disadari saintis)

Lebih Sederhana Lagi ..

FILSAFAT MENGATASI BIAS AMBIGUITAS yang menentukan manakah cabang yang harus dipilih untuk menghindari kerumitan (polemik).

  • Sisi Baik: Mampu mengatasi polemik, hanya saja semakin mencoba ke dalam, semakin menemukan banyak kerumitan, sehingga mengatasi satu polemik

👉 Namun menumpuk lebih banyak kerumitan (polemik)

META MENGATASI BIAS AMBIGUITAS dengan melihat apa dibalik cabangnya lalu dari sana naik ke atas untuk menegaskan cabang yang lebih mengurangi kerumitan.

  • Sisi Baik: Mampu mengatasi polemik, karena semakin mencoba ke dalam, semakin menemukan kesederhanaan, sehingga mengatasi banyak polemik

👉 Hanya saja tak bisa sekedar berpikir atau bahkan lebih baik lagi, dengan perenungan, namun perlu juga menundukkan ego

STRATEGI FILSAFAT: KEDALAMAN SEBERAPA DALAMNYA JIKA SEBATAS KEDALAMAN RELATIF, maka semakin dalam kita bertanya, semakin menambah banyak pertanyaan yang semakin sulit, karena jawabannya bukan di kedalaman kemutlakan, dan kaum filsuf mengira kedalaman pertanyaan, kedalaman kritis berpikirnya akan memberi jawaban yang ternyata masih di taman bermain relatif yang TAK SEMAKIN MENGERUCUT, TETAPI SEMAKIN MELUAS

STRATEGI META❓Anda sudah bisa memperkirakan sendiri, yang pada akhirnya memerlukan bantuan-Nya. Tak bisa kita sendiri menggali kedalaman tanpa terjebak bermain di taman yang berbeda padahal di taman relatif yang sama, kecuali dengan bantuan-Nya agar benar- benar bisa memasuki kedalaman meta yang universal yang mengerucut tak menambah kerumitan.

SKENARIO SEDERHANANYA ... seharusnya ... semakin dalam bertanya (tetap dalam konteks, tak melebar) bukan semakin banyak pertanyaan, tetapi semakin mengerucut ✅

  • DAN BUKANNYA ... semakin dalam bertanya (namun kurang kuat perenungannya, sehingga pertanyaan semakin melebar) sehingga semakin banyak pertanyaan, tetapi tak semakin mengerucut ❌

JADI BIAS KOGNITIF benar - benar perlu diatasi agar terhindar dari ...

  1. PERTANYAAN MELEBAR KELUAR KONTEKS TANPA DISADARI. Tak hanya membuat salah mempersepsi, namun juga pertanyaan berikutnya mengira semakin dalam semakin menjurus, padahal semakin melebar (karena tak memahami konteks sebagai akibat bias kognitif)
  2. Agar terhindar dari salah mempersepsi keadaan, sehingga mampu diperoleh sikap yang realistis.

TERAKHIR PERLU DIINGATKAN BAHWA BERFILSAFAT TAK HANYA MENGEDEPANKAN RASIONALITAS MELAINKAN RASIONALITAS YANG DIPAHAMI SISI REALISTISNYA, BUKAN SEKEDAR RASIONALITAS YANG AMBIGU TERHADAP SISI REALISTISNYA

--

--