BONEKA

Seremonia
5 min readApr 14, 2024

--

Photo by mohit suthar on Unsplash

🎯 Relevansi (Keterpisahan)
🎯 Relevansi (Wahdatul Wujud)
🎯 Relevansi (Seputar Ketunggalan)

Anggaplah saya punya boneka, lalu dengan kesadaran saya, saya memainkan boneka. Pertanyaan saya❓

Siapakah dibalik boneka itu? Tentu saya. Siapakah yang menggerakkan boneka itu? Tentu sekali lagi saya. Siapakah yang menyadari gerakan boneka itu? Tentu saya. Sadarkah boneka itu? Tentu saya yang sadar, bukan boneka itu yang sadar. Lihatlah betapa sedemikian jelasnya.

Bahkan tak ada peluang sedikitpun bagi boneka merebut pengakuan "adanya" boneka yang bahkan "adanya" tak disadari oleh boneka sehingga boneka tak bisa mengakui adanya dirinya karena tak menyadari dirinya sendiri

Lihatlah pula, sekilas menalar seperti ini nampak benar bisa dipakai untuk mengklaim bahwa kita tak ada dan hanya Tuhan, karena fondasi "adanya" pun bukan disadari bonekanya, melainkan Sang Maha Sadar. Lalu selanjutnya secara berlebihan mengatakan "kita semua adalah Tuhan" ❌ Tak ada kita, hanya Dia, kita cuma wayang, sehingga kita itu ya Tuhan ❌

Padahal jika adanya kita bertumpu pada kesadaran diri, maka lalu sadar diri kita adalah sadarnya Tuhan❓❌

Kecurigaan kreatif seperti ini yang merupakan warisan pemikiran filosofis, adalah hal yang perlu diwaspadai ✅ Lalu bagaimana mewaspadainya❓Hanya dari pemikiran seperti ini yang belum tuntas, yang memunculkan anggapan beraneka ragam di ranah filsafat bahkan mistik ... seperti ...

  • 1⃣ Kita adalah Tuhan ❌
  • 2⃣ Tuhan menyembah diri-Nya sendiri ❌
  • 3⃣ Bukan kita yang berpikir, tetapi Tuĥan yang berpikir saat kita berpikir ❌

Bla bla bla ....

Pertanyaannya, siapakah saya saat terbangun, dibandingkan dengan saya saat bermimpi❓

Secara nalar yang bermimpi & kita yang di dalam mimpi adalah satu orang yang sama.

Namun secara kemutlakan, yang bermimpi & kita yang di dalam mimpi adalah dua hal yang berbeda. Ada perbedaan kesadaran, dimana saya di saat bangun tak menyadari sebagai saya saat bermimpi, dan saat saya sadar di dalam mimpi, itupun juga bukan saya yang sadar saat dalam keadaan tak tertidur. ADA PERBEDAAN KESADARAN.

Sadarnya kita saat di alam mimpi berbeda dengan sadarnya kita saat terjaga. Karena jika kita sedikit saja menyadari diri kita sedang bermimpi di alam mimpi, maka sadar diri profil sebelumnya mendadak hilang berganti sadarnya kita seperti saat terbangun.

Artinya ada cara yang berbeda dalam menyadari.

Apalagi jika Pencipta yang MAHA SADAR, maka sadarnya kita tak sebanding dengan sadarnya Tuhan yang ketika memberi kesadaran pada ciptaan-Nya, maka DIA TETAP SADAR. Ada dualisme kesadaran antara SADAR sebagai Pencipta yang berbeda total dengan sadarnya kita sebagai ciptaan

Dualisme Kesadaran

Dualisme kesadaran ini bukan menegaskan ketaktunggalan Tuhan, melainkan kebergantungan kesadaran kita dengan MAHA SADARNYA TUHAN YANG BERBEDA DENGAN CARA SADARNYA KITA

📌 Dualisme bukan keterpisahan ketunggalan, melainkan kebergantungan

Artinya bahwa karena sadarnya kita berbeda dengan sadarnya Tuhan, maka kita tak bisa mengklaim bahwa tiada pilihan ...

  • 1⃣ PILIHAN ... Meskipun kita sadar, kesadaran kita terbatas, dan bisa dibingungkan sehingga adanya pilihan untuk dipertimbangkan
  • 2⃣ PENGHAMBAAN. Tuhan tak menyembah diri-Nya sendiri, karena saat kita menyembah, sadar menyembahnya bukan sadar-Nya Dia, melainkan sadarnya kita

❇️ Jadi, mau dibawa kemanapun kita, sedekat apapun kita terhadap-Nya, maka ada perbedaan, ketaksetaraan kita di sisi manapun terhadap Tuhan

❇️ Mau Dikatakan Secara Bagaimanapun Anggapan Mereka Maka Penalarannya Akan Tetap Berujung Kepada Penegasan Bahwa, Ciptaan-Nya Bukan Tuhan, Ciptaan-Nya Tak Setara Dengan Tuhan, Tak Ada Yang Serupa Dengan Tuhan

Lihatlah pula, sekilas menalar seperti ini nampak benar bisa dipakai untuk mengklaim bahwa kita tak ada dan hanya Tuhan, karena fondasi "adanya" pun bukan disadari bonekanya, melainkan Sang Maha Sadar. Lalu selanjutnya secara berlebihan mengatakan "kita semua adalah Tuhan" ❌ Tak ada kita, hanya Dia, kita cuma wayang, sehingga kita itu ya Tuhan ❌

Padahal jika adanya kita bertumpu pada kesadaran diri, maka lalu sadar diri kita adalah sadarnya Tuhan❓❌

Kecurigaan kreatif seperti ini yang merupakan warisan pemikiran filosofis, adalah hal yang perlu diwaspadai ✅ Lalu bagaimana mewaspadainya❓Hanya dari pemikiran seperti ini yang belum tuntas, yang memunculkan anggapan beraneka ragam di ranah filsafat bahkan mistik ... seperti ...

  • 1⃣ Kita adalah Tuhan ❌
  • 2⃣ Tuhan menyembah diri-Nya sendiri ❌
  • 3⃣ Bukan kita yang berpikir, tetapi Tuĥan yang berpikir saat kita berpikir ❌

Bla bla bla ....

Pertanyaannya, siapakah saya saat terbangun, dibandingkan dengan saya saat bermimpi❓

Secara nalar yang bermimpi & kita yang di dalam mimpi adalah satu orang yang sama.

  • Namun secara kemutlakan, yang bermimpi & kita yang di dalam mimpi adalah dua hal yang berbeda. Karena ada perbedaan kesadaran, dimana saya di saat bangun tak menyadari sebagai saya saat bermimpi, dan saat saya sadar di dalam mimpi, itupun juga bukan saya yang sadar saat dalam keadaan tak tertidur. ADA PERBEDAAN KESADARAN.

Sadarnya kita saat di alam mimpi berbeda dengan sadarnya kita saat terjaga. Karena jika kita sedikit saja menyadari diri kita sedang bermimpi di alam mimpi, maka sadar diri profil sebelumnya mendadak hilang berganti sadarnya kita seperti saat terbangun.

Artinya ada cara yang berbeda dalam menyadari.

Apalagi jika Pencipta yang MAHA SADAR, maka sadarnya kita tak sebanding dengan sadarnya Tuhan yang ketika memberi kesadaran pada ciptaan-Nya, maka DIA TETAP SADAR. Ada dualisme kesadaran antara SADAR sebagai Pencipta yang berbeda total dengan sadarnya kita sebagai ciptaan

Dualisme Kesadaran

Dualisme kesadaran ini bukan menegaskan ketaktunggalan Tuhan, melainkan kebergantungan kesadaran kita dengan MAHA SADARNYA TUHAN YANG BERBEDA DENGAN CARA SADARNYA KITA

📌 Dualisme bukan keterpisahan ketunggalan, melainkan kebergantungan

Artinya bahwa karena sadarnya kita berbeda dengan sadarnya Tuhan, maka kita tak bisa mengklaim bahwa tiada pilihan ...

  • 1⃣ PILIHAN ... Meskipun kita sadar, kesadaran kita terbatas, dan bisa dibingungkan sehingga adanya pilihan untuk dipertimbangkan
  • 2⃣ PENGHAMBAAN. Tuhan tak menyembah diri-Nya sendiri, karena saat kita menyembah, sadar menyembahnya bukan sadar-Nya Dia, melainkan sadarnya kita

❇️ Jadi, mau dibawa kemanapun kita, sedekat apapun kita terhadap-Nya, maka ada perbedaan, ketaksetaraan kita di sisi manapun terhadap Tuhan

Semua Ciptaan Adalah Akibat

Dalam konteks sebab dan akibat relatif, terdapat hubungan di mana sebab relatif menjadi akibat dari sebab lain, menciptakan kesamaan antara keduanya sebagai akibat itu sendiri.

Ketaksetaraan

Namun, perbedaan muncul ketika kita mempertimbangkan sebab mutlak (Tuhan) yang menciptakan segala sesuatu melalui perbedaan, menunjukkan ketidaksetaraan antara Tuhan dan ciptaan-Nya (sebab relatif dan akibat relatif)

Sudut Pandang & Konteks

Ada yg beranggapan bahwa berbeda sudut pandang berarti ada perbedaan konteks, padahal meskipun ada perbedaan konteks namun sudut pandangnya berbeda, dan meskipun ada perbedaan sudut pandang namun tetap sama konteksnya.

  • Hal- hal seperti ini tak dipahami mereka dalam berfilsafat yang menjadi tumpang tindih

JADI MAU DILIHAT DARI SUDUT PANDANG MANAPUN, DILIHAT DARI KONTEKS MANAPUN, dari arah mimpi, wahdatul wujud, ketunggalan, dualisme, mistik, atau dari arah manapun dibolak- balik, diperpanjang, diplintir, ditumpang tindihkan, didekatkan sedekat bagaimanapun antara Pencipta & ciptaan-Nya, maka jika diikuti nalarnya sejauh bagaimanapun, akan kembali ke satu kebenaran bahwa ...

  • 1⃣ Kita Bukan Tuhan ✅
  • 2⃣ Tuhan Tak Menyembah Diri-Nya Sendiri ✅ Karena saat kita menyembah-Nya, sadar diri kita terbatas sebagai diri kita yang tak menyadari sebagai Maha Sadar

❇️ Mau Dikatakan Secara Bagaimanapun Anggapan Mereka Maka Penalarannya Akan Tetap Berujung Kepada Penegasan Bahwa, Ciptaan-Nya Bukan Tuhan, Ciptaan-Nya Tak Setara Dengan Tuhan, Tak Ada Yang Serupa Dengan Tuhan

--

--

Seremonia
Seremonia

No responses yet