NYATA, Ada & Ilusi

Seremonia
8 min readJun 9, 2024

--

Photo by Federico Beccari on Unsplash

🎯 Relevansi (Menyadari)

🎯 Relevansi (Nyata - Ada)

🎯 Relevansi (Bukti Langsung)

🎯 Relevansi (Semesta Tak Abadi)
Banyak dari kita memahami seputar ontologi secara saling silang, tumpah tindih dengan pemaknaan sehari- hari.

Jika anda bertanya, mengapa komunikasi sehari - hari tetap bisa mendatangkan hasil yang sama, namun dari sudut pandang kedalaman sains & (meta)filsafat dapat sedemikian ambigu❓

Itu karena dari keseharian, kita menerapkan komunikasi secara subyektif dan meskipun objektif juga sangat terbatas, sehingga hasilnya bisa sama namun secara terbatas.

Pada sains atau (meta)filsafat, berusaha melampaui batas keseharian, sehingga mulai nampak ambigunya, dan disitulah sains & (meta)filsafat mencoba melihat batas baru yang lebih luas yang mengurangi ambiguitas atau lebih baik lagi menuntaskan secara universal

POLEMIK ONTOLOGI & EPISTEMOLOGI

Di sini saya merangkum beberapa hal mendasar seputar polemik di epistemologi & ontologi

♦️ Salah satunya tentang "Nyata", "Ada" & "Ilusi"

Ilmiah Atau Empirik

Ada yang berkata ini ilusi, tak nyata, tak ada. Sebatas imajinasi atau khayalan belaka.

Lebih dalam lagi, secara spiritual menganggap hidup itu ilusi.

Sains pun juga menegaskan, betapa apa yang kita lihat tak sebagaimana yang kita kira.

Bahkan sebenarnya apa yang katanya diamati secara empirik, ilmiah, disentuh, ditarik, digeser, pun itu semuanya tidak benar - benar kita sentuh.

Kalaupun kita paksakan bahwa ada sentuhan secara fisik atau secara sains, maka sentuhan itu bukan sebagaimana yang kita anggap sebagaimana sehari-hari menyentuh bola atau buah atau batu. Sentuhan itu juga bukan sebagaimana yang kita anggap sebagaimana sehari-hari menyentuh tangan orang lain. Maksudnya❓

Bahwa kalau benar - benar terjadi sentuhan maka secara empirik justru itu suatu tumbukan partikel (seperti yang terjadi pada project CERN)

PERSEPSI - Sentuhan Atau Melihat

Jadi yang anda tuntut bahwa sesuatu harus disentuh untuk membuktikan "ADANYA"❓❌

Juga yang anda tuntut bahwa sesuatu harus dilihat untuk membuktikan "ADANYA" (seeing is believing)❓❌

Sesuatu tak sebagaimana yang anda sentuh, karena anda tak pernah menyentuh. Ada jarak antara anda dengan yang anda sentuh.

Melihat❓Oops juga salah menyadari❗️

  • Sesuatu tak sebagaimana yang anda lihat, karena anda tak pernah melihat seutuhnya, melainkan kesadaran anda diubah atau dilukis oleh objek yang anda lihat.
  • Seperti dataran pasir yang diubah membentuk sesuatu karena hembusan angin, maka anda tak bisa melihat angin kecuali bentuk (jejak) yang tertinggal di pasir
  • Seperti pula batu yang dipahat, atau lukisan yang dicetak dengan ditimpa oleh tangan anda, maka jejaknya tak sepenuhnya menjelaskan apa yang menyentuh (mengubah) kesadaran anda melalui cara mempersepsi.

SELALU ADA SUDUT TAK TERLIHAT

Artinya secara bagaimanapun yang kita lakukan melalui metode ilmiah, metode empirik atau metode objektif apapun yang dilakukan dengan mengindera, maka sudut pandangnya terbatas.

Tak ada sentuhan ke objek yang kita sentuh, kecuali menyentuh energi di antara tangan kita dengan objeknya. DAN SAINS MENGKONFIRMASI HAL INI.

Jadi sentuhhan itu sebatas karena ada kedekatan yang cukup antara yang menyentuh dengan yang disentuh, sehingga cukup untuk merasakan medan energi di antara yang dianggap sedang saling bersentuhan, lalu dikatakan "aku telah menyentuh (energi sebenarnya)" yang berbeda dari objek aslinya.

⭕️ Jadi sentuhan atau mempersepsi dengan melihat❓ Adalah benar - benar tak membuat kita menyadari sesuatu (yang kita sentuh atau yang kita persepsi) secara apa adanya❗️

ILUSI❓

Lalu, mereka katakan semuanya adalah ilusi. Semua hanya ilusi. Wow. Tak masalah menyadari seperti itu, namun juga jangan sampai berlebihan menegaskan bahwa objek yang kita tangkap sebagai hal yang tak ada. Absurd ini namanya. Karena kita tak bisa menangkap (mempersepsi) ketiadaan.

Menyikapi Ilusi Secara Realistis

Bisa jadi anda sedang diuji berat dalam hidup, lalu menyadari bahwa semua hanya ilusi, maka menjadi semangatlah anda karena cobaan berat hanya sekedar ilusi❗️Nah, ini sikap yang tidak realistis, karena sesuatu perlu diwaspadai atau tidak bukan karena ilusi atau tidak. Selama bisa mempengaruhi kita, maka meskipun itu ilusi, tak bisa ditanggapi secara ringan - tak bisa ceroboh, tak boleh keluar dari kehati-hatian

Kebalikannya juga, ketika kita menyadari sesuatu sebagai ilusi, maka juga tak semudah itu menegaskan "hanya ilusi mudah dikuasai, mudah disugestikan" ❌ Tidak juga. Tetap perlu perjuangan sekecil apapun.

Jangan sampai terjadi memperbandingkan hal- hal seperti ini "bahwa yang tadinya dikira nyata, tetapi cuma sebatas ilusi". Cuma? Hanya? Lalu keputus-asaan menghadapi perjuangan menjadi sirna berganti menjadi semangat, karena meremehkan keadaan sebatas ilusi, dan menggiring mereka bertindak kurang dari yang seharusnya. Padahal kesulitan yang ditimbulkannya benar - benar ada mempengaruhi diri kita, bisa menghalangi diri kita.

Atau justru karena mengira ini sebatas ilusi lalu tak menghargai hidup yang dianggap keras, lalu berniat bunuh diri ❌

KONSISTENSI

Meskipun sesuatu dianggap ilusi, namun perlu kita sadari bahwa yang ilusi itu tetap "ada"

"Adanya" sesuatu adalah memang ada bagi dirinya sendiri dan nampak sebagai ilusi bagi orang lain karena kelemahan mereka tak mampu menangkap seutuhnya.

Dari sisi keberadaan, maka ilusi itu ada, suatu keberadaan. Yang membedakannya adalah ...

  1. Persepsi kita yang tak bisa menangkap seutuhnya.
  2. Ilusi tersebut tak konsisten. Dimana kita mengira melihat sesuatu dengan fungsi tertentu, namun ketika berinteraksi, reaksinya berbeda dari yang umumnya dikenal

Contoh: fatamorgana, seolah melihat air di padang pasir dari kejauhan, maka karena point 1, sehingga kita salah menyimpulkan point 2, dikira itu air yang berfungsi menghilangkan dahaga, ternyata cuma sebatas fungsi gambaran fatamorgana saja.

Namun jangan dikatakan fatamorgana tak ada. Fatamorgana itu ada, dan pemanfaatannya saja yang berbeda dari yang dikenal sebagai air. Fatamorgana memang ilusinya (kelemahan persepsi) atas air, sehingga tak bisa diminum, namun juga ada fungsi lain berbeda yang bisa dimanfaatkan, bahwa ada keadaan dataran beda suhu yang drastis - panas, sehingga perlu dihindari atau dilengkapi persiapan yg memadai untuk mengatasinya (dengan teropong atau lainnya)

Tak Konsisten - BEDAKAN ANTARA "ITU ILUSI" DENGAN "ITU SALAH DISIMPULKAN"

"Apa yang dianggap ilusi bukannya tak ada, melainkan bisa disimpulkan secara salah, namun tetap adanya, hanya saja salah disimpulkan tentang adanya sesuatu ilusi tersebut.

Jadi ilusi mengandung ketak-konsistensian, sedangkan "ada" itu sendiri konsisten adanya sejauh konsisten dipersepsi.

Jadi, ketika menghadapi "yang ada" harus dipastikan terlebih dahulu arah konsistensinya kemana, agar tak terjebak salah arah (salah menduga - terkena ilusi)

Ilusi & Tipuan

Menangkap ilusi juga bukan berarti kita tertipu, karena keadaannya memang salah menyimpulkan. Ilusi menipu hanya jika keadaan ilusi dipakai pihak untuk menipu (perlu tahu batas tipisnya agar tak tumpang tindih memahaminya)

Pengetahuan & Pengalaman

Dimanakah tempat yang tak ada ilusi❓Tentu di keadaan yang konsisten. Dari sudut pandang pengetahuan, maka pengetahuan mutlak bukanlah ilusi.

Jika kita tak mengetahui keterkaitan antara pengalaman fatamorgana & pengetahuan fatamorgana, maka kita terilusi (akan salah menduga) atas adanya keadaan fatamorgana (yang tetap ada - fatamorgana bukannya tiada), kecuali sebatas salah menyimpulkan

NAMUUN ... jika antara pengalaman & pengetahuan ada keterkaitan yang jelas konsisten, maka kita tak terilusi, melainkan menyadari sebatas kemampuan (tak ada ilusi di sini)

Keterbatasan Atau Salah Menduga

Bedakan antara menyadari "yang ada" dengan menyadari ilusi. Bahwa yang ilusi menimbulkan salah menduga atas keadaannya. Jadi ILUSI TAK MERUNTUHKAN KEBERADAAN SESUATU, MELAINKAN MENGGIRING KE SALAH MENYIMPULKAN.

Jadi sesuatu yang konsisten, sehingga antara pengalaman & pengetahuan ada kesesuaian hubungan fungsional, maka itu bukan ilusi meskipun adanya tak dipahami sebagaimana seutuhnya, melainkan "memahami secara terbatas"

APA ADANYA - KOMUNIKATIF

Jadi meskipun kita menyadari secara terbatas sesuatu tak sebagaimana yang kita duga sebelumnya, namun sesuatu itu disadari secara konsisten, maka sesuatu itu bukan ilusi melainkan suatu bentuk komunikasi, bentuk pengungkapan agar kita mampu berinteraksi secara relevan.

Bahasa sederhananya❓Ketika hubungan antara "pengetahuan" & "pengalaman" konsisten, maka kita tak sedang menghadapi sesuatu ilusi melainkan menghadapi sesuatu yang benar apa adanya, meskipun pemahaman kita belum sepenuhnya lengkap.

ADA Relatif & Mutlak

Lalu bagaimana dengan "nyata" & "ada"❓

Ada dua keadaan atas keberadaan, bahwa yang ada itu sifatnya relatif & yang mutlak.

ADA YANG RELATIF. Yang relatif karena hubungan kebergantungan sebab akibatnya bisa berubah, meskipun tetap dalam batas yang konsisten)

  • Contoh: berubahnya kombinasi huruf relatif bisa menimbulkan kata dengan makna yang berbeda, namun kombinasi huruf tersebut tetap dalam batas yang tak bisa dilampaui karena konsistensinya mutlak, dikenal sebagai sebatas sekumpulan huruf (bukan sekumpulan angka, meskipun hurufnya dapat membuat laporan yang menjelaskan tentang kuantitas suatu bilangan)

ADA YANG MUTLAK. Sedangkan "ada yang mutlak (tak relatif)", memang tak sekedar konsisten, melainkan karena ada batasan yang tak bisa dilampaui.

Bedakan antara mutlaknya kita yang tak bisa melampaui batas tertentu, dengan universalitas yang kemutlakannya meluas (MAHA MUTLAK)

Kebenaran mutlak, batasnya jelas, penerapannya beragam (relatif), namun bisa sebatas konteks (wilayah) tertentu.

  • 〰 Contoh: gaya gravitasi di bumi berbeda di setiap tempat di bumi (relatif), namun ada batas tertinggi gaya gravitasi bumi yang tak bisa dilampaui (mutlak), namun gaya gravitasi ini tak universal karena hanya berlaku di bumi (di luar angkasa dianggap tak ada gaya gravitasi)

YANG ADA. Nah, ketika kita telah menyadari dua kemungkinan "adanya", yaitu sebagai INTERAKSI "yang relatif" dan DALAM JANGKAUAN "yang "mutlak" (tak bisa dilampaui), maka ini merupakan keberadaan secara relatif dan mutlak

YANG NYATA. Lalu bagaimana dengan "Yang Nyata"❓Tentu ketika disadari adanya ...

  1. Yang Relatif
  2. Yang Mutlak
  3. Yang Maha Mutlak

Point 1 & 2 masuk kategori sebab akibat, sedangkan point 3 adalah sebab mutlak. Mengapa? Karena sebab di point 1 & 2 sebatas sebab relatif yang juga merupakan akibat dari❓Sebab yang tak pernah menjadi akibat, sehingga

... kedua point 1 & 2 adalah termasuk keberadaan, dan menegaskan ada keberadaan lainnya yang berbeda, yaitu keberadaan yang Maha Mutlak yang Universal, yang bisa disebut sebagai "Yang Nyata" atau diberi label penyebutan apapun juga, namun makna hakikinya tetap sebagai "Ada Yang Universal" menjadi tempat bergantung semua kebedaan "yang relatif" dalam batasan "yang mutlak" yang sedemikian terbatas kemutlakannya karena batasnya tak seluas universal (Tak Maha Mutlak)

Kalaupun ada keadaan universal terhadap "yang ada" bahwa "yang ada" secara universal tak pernah bisa menjadi alam semesta, maka itu bukan kemaha-mutlakan "yang ada", melainkan menandakan kebergantungan "yang ada" secara universal atas "Yang Maha Mutlak"

Jadi "keberadaan" hanya bisa mengklaim "adanya" sebatas relatif, sedangkan mutlak & universalitasnya adalah pemberian - pembatasan dari "Yang Maha Mutlak"

NYATA, ADA & ILUSI

📌 Jadi jelas sekarang antara "NYATA", "ADA" & ILUSI" bahwa ....

  1. Ilusi itu ada secara relatif namun tetap dalam batas tertentu yang konsisten (bagi yang menyadari relevansi hubungan antara pengetahuan & pengalaman) dan bergantung dimanapun (universal) kepada "Yang Nyata"
  2. Ilusi & Relatifnya "Yang Ada", konsistensinya (secara mutlak & universal) itu bergantung kepada "Yang Nyata"
  3. "Yang Ada" sebatas relatif, sedangkan keadaan konsistensinya karena terjaga oleh "Yang Nyata", sehingga "yang ada" tetap mengada secara mutlak atau berpindah ke titik manapun di wilayah universal karena disandarkan kepada "Yang Maha Mutlak - Mutlak Universal"

MEMAHAMI SECARA TEPAT

Jadi bagi yang menggunakan "nyata" sebagai cara untuk menegaskan terbuktinya "yang ada" (secara nyata), maka "nyata" perlu ditambahkan penegasan "yang Maha Nyata" untuk membedakan antara "nyata terbukti ada" & "ada terbukti kenyataannya" dengan "kenyataan adanya & adanya terbukti nyata" bergantung kepada "Yang Maha Nyata". Sehingga di sini kita tetap sadar ada hirarki antara "Yang Menjadi Tempat Bergantung" & "Yang Bergantung".

Jadi memahaminya tak hanya terhindar dari tumpang tindih, melainkan tetap dapat melihat detailnya tanpa berkurang (terlewatkan - menganggap telah utuh padahal belum) atau lebih baik lagi, bertambah lebih luas pemahamannya

SEKALI LAGI ...

Ilusi karena❓Adanya pengetahuan & pengalaman yang tak sesuai

Ada, karena❓Memang ada disadari keberadaannya

Nyata❓Karena menjadi sumber, tempat bergantung dari semua yang ada

SECARA HOLISTIK KETUHANAN

Tuhan itu (Maha) Nyata, sehingga bukan ilusi adanya Tuhan (adanya Tuhan bukan ilusi)

Yang menganggap adanya Tuhan sebatas ilusi karena mereka tak melihat kesesuaian antara "pengetahuan & pengalaman"

❇️ Lalu dimana letaknya tak ada ilusi sehingga bisa menyadari "Yang Maha Nyata", yaitu ketika kebenaran mutlak universal disadari, maka hal itu akan membawa kepada "Yang Maha Mutlak"

--

--

Seremonia
Seremonia

No responses yet